Rabu 22 Jul 2020 01:21 WIB

PJJ Jadi Momen Tingkatkan Peran Keluarga dalam Pendidikan

Arief menilai salah kaprah soal pendidikan yang hanya terpaku pada hasil akhir.

Webinar bertajuk “Pendidikan dan Keluarga” pada Ahad (19/7).
Foto: Istimewa
Webinar bertajuk “Pendidikan dan Keluarga” pada Ahad (19/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena School From Home alias sekolah dari rumah atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan berbagai perangkat laptop maupun ponsel pintar jadi budaya baru dalam pendidikan di Indonesia. Tak ayal para orang tua pun ikut sibuk menyiapkan dan mendampingi proses belajar online ini.

Di satu sisi School From Home jadi moment yang baik untuk mengembalikan peran keluarga sebagai pendidikan utama bagi anak. Dari keluarga terbangun pendidikan anak yang terbaik. Peran orangtua menentukan tumbuh kembang anak.

Demikian poin utama yang disampaikan dalam webinar bertajuk “Pendidikan dan Keluarga” yang dihadiri kakak-beradik keluarga pendidik. Para pembicara yakni komisaris Lembaga Pendidikan Duta Bangsa, Rachmini Rachman Uno atau yang dikenal Mien Uno, pakar pendidikan yang juga Ketua Harian Komisi Nasional Unesco Arief Rachman dan Irid R Agoes, majelis pendidikan Dewan Pendidikan Tinggi Kemendikbud.

Mien Uno menekankan pola pendidikan yang bukan sekadar transfer ilmu. Pendidikan dari lingkungan keluarga bertujuan untuk mengembangkan potensi diri anak. “Mendidik adalah melibatkan diri kita secara emosional untuk memberdayakan seseorang untuk menjadi lebih baik,” kata Mien dalam diskusi yang digelar pada Ahad (19/7), berdasarkan rilis yang diterima Selasa (21/7).

Pendidikan terhadap anak menurut Mien Uno harus sejalan dengan potensi pengembangan diri anak. Anak sambung Ibunda Sandiaga S Uno punya potensi dan bakat berbeda.

“Jadi kita mengontrol anak dari kecil, bakat diasah sesuai keandalan dan anugerah Allah. Jadi nggak boleh membandingkan satu dengan yang lain apalagi anak tetangga,” ujar dia.

Selain itu, Mien Uno juga menyebut pentingnya anak mendapat teladan untuk bersosialisasi di luar lingkungkungan keluarga. Dari kedua orangtuanya R Abdullah Rachman dan Siti Koersilah yang berprofesi sebagai guru, Mien Uno diajarkan untuk tidak membedakan latar belakang seseorang.

“Saya melihat bagaimana orangtau kami menghargai satu sama lain. Buktinya waktu makan siang itu itu kami dikumpulkan dalam satu meja, meja nggak besar dan semua berdempet-dempetan. Makan misalnya kalau sop tinggal airnya, tapi makan dengan lahap kemudian ada semur tinggal kuahnya. Tidak hanya itu saja, tapi ada tukang dagang, misalnya tukang telor, tukang patri, tukang arang tukang sol sepatu semua dikumpulkan dan kita belajar di situ harus menghargai satu sama lainm, tidak ada perbedaan kita sama-sama. Saya melihat itu menjadi bagian dari apa yang saya lakukan sekarang

(yakni) ketauladanan bahasa sekarang role model,” kata dia.

Teladan orangtua juga dikenang adik bungsu Mien Uno, Irid Agoes. Irid Agoes bercerita semasa kecil sempat bertanya-tanya alasan orangtuanya harus membantu tetangga.

“Saya ingat sekali ayah dna ibu menyuruh kami yang kecil-kecil membantu tetangga kalau mau ada pesta. Kadang saya kesal kenapa sih dibantu, tapi ternyata itulah pendidikan. Jadi sifat membantu hanya bisa diberikan dengan politik," kata Irid.

Sementara itu, Arief Rachman menyebut salah kaprah soal pendidikan yang hanya terpaku pada hasil akhir yakni nilai sekolah. Padahal pendidikan menurutnya merupakan proses anak berkembang dengan suasana menyenangkan.

“Dalam pendidikan di keluarga dan sekolah yang paling penting adalah suasana harus menyenangkan. Kalau suasana menyenangkan akan tumbuh kekuatan agama, akan tumbuh kekuatan akal, akan tumbuh kekuatan rasa dan akan tumbuh kekuatan bermasyarakat sosial dan Insya Allah terjamin kesehatannya,” kata Arief.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement