REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan sanksi terhadap 24 manajer investasi, 15 perusahaan efek, 14 emiten, satu self regulatory organization, satu kantor akuntan publik, dan satu akuntan publik. Pengenaan sanksi ini terkait pemeriksaan investigasi terhadap enam saham dan dua pasar Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS).
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Yunita Linda Sari mengatakan, jumlah pelaksanaan aksi pengawasan hingga pertengahan tahun ini relatif sama dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Pengawasan mencakup berbagai pemeriksaaan seperti transaksi efek, kepatuhan lembaga efek, kepatuhan pengelolaan investasi, kepatuhan emiten, dan kepatuhan profesi dan lembaga penunjang.
“Berbagai pelanggaran ditemukan dari aksi pengawasan ini seperti perdagangan semu, manipulasi harga, fixed return reksa dana, pemasar reksa dana tanpa izin, pelanggaran RUPS atau RUPSLB dan lain sebagainya,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Rabu (22/7).
Menurutnya, sejak beberapa tahun terakhir reformasi pengawasan pasar modal oleh OJK terus dipercepat dengan berbagai upaya seperti percepatan proses perizinan, peningkatan standar, penguatan pengawasan dan penegakan aturan. Percepatan reformasi di pasar modal diharapkan bisa membangun ekosistem pasar modal yang teratur, wajar dan efisien serta bisa melindungi investor.
“Kita ingin ada keseimbangan informasi, kesempatan, dan juga semua orang bisa berkegiatan di pasar modal. Tidak ada yang dirugikan secara tidak wajar dan tidak fair. Pada awal memang agak painful, tapi diharapkan ke depannya bisa menata pasar modal lebih terpercaya,” ucapnya.
Ke depan, OJK juga akan melakukan reformasi pengawasan pasar modal. Hal ini dilakukan untuk menjamin kepercayaan pelaku pasar. “OJK tidak bermaksud memberatkan pelaku pasar modal. Langkah reformasi untuk membangun sebuah sistem yang terintegrasi sehingga mempermudah pengawasan,” jelasnya.