REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda mendesak agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuka kriteria seleksi Program Organisasi Penggerak (POP) ke publik. "Hasil seleksi program ini menuai kontroversi publik. Selain masuknya dua yayasan yang terafiliasi ke perusahaan-perusahaan besar, seperti Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation, juga banyak entitas baru di dunia pendidikan lolos seleksi program, padahal tidak jelas rekam jejaknya," ujar Huda dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (22/7).
Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar-Menengah PP Muhammadiyah pun menyatakan mundur dari kepesertaan dalam program itu. "Kami mendesak Kemendikbud membuka kriteria-kriteria yang mendasari lolosnya entitas pendidikan sehingga bisa masuk POP. Dengan demikian, publik akan tahu alasan kenapa satu entitas pendidikan lolos dan entitas lain tidak," terang dia.
Dia menjelaskan hasil seleksi POP banyak mendapatkan respons negatif dari publik. Buktinya lembaga pendidikan milik PBNU dan PP Muhammadiyah mundur dari program tersebut. Padahal, LP Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan PP Muhammadiyah merupakan dua entitas dengan rekam jejak panjang di dunia pendidikan Indonesia.
"Pengunduran diri NU dan Muhammadiyah dari program ini menunjukkan jika ada ketidakberesan dalam proses rekruitmen POP," kata Huda.