REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menanggapi Muhammadiyah dan LP Ma'arif NU yang memutuskan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP). Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril, mengatakan menghormati keputusan mundur tersebut.
"Kami menghormati setiap keputusan peserta Program Organisasi Penggerak. Kemendikbud terus menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan seluruh pihak," kata Iwan kepada Republika.co.id, Kamis (23/7).
Menurut dia, komunikasi yang baik kepada seluruh pemangku kepentingan bidang pendidikan menjadi sebuah komitmen Kemendikbud. Melalui komunikasi yang baik antara seluruh pemangku kepentingan, Iwan berharap bisa turut meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
POP merupakan program pemberdayaan masyarakat secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah. Model-model pelatihan yang dilakukan harus terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Persyaratan umum organisasi yang mendaftar antara lain adalah harus memiliki akta pendirian dan telah disahkan oleh notaris. Selain itu, organisasi yang mendaftar juga harus memiliki surat keputusan pengesahan sebagai badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM.
POP dibagi menjadi tiga kategori, yaitu gajah, macan, dan kijang. Organisasi yang masuk ke dalam kategori gajah harus memberikan bukti keberhasilan program pendidikan terkait literasi, numerasi, dan/atau karakter di Indonesia dalam kurun waktu minimal tiga tahun.
Sementara itu, untuk kategori macan, organisasi harus menyertakan bukti keberhasilan program peningkatan kompetensi pendidik terkait dengan literasi, numerasi, dan/atau karakter paling sedikit satu tahun.
Terakhir yakni kategori kijang yang juga harus menyertakan bukti keberhasilan program peningkatan kompetensi pendidik. Jika organisasi tidak memiliki bukti secara kuantitatif, harus memberikan bukti secara kualitatif seperti pengamatan atau survei.