Kamis 23 Jul 2020 21:00 WIB

Sewindu, Abdurrahman Wahid Center Gelar Pemeran Seni Virtual

Pameran dikemas dengan menggabungkan instalasi arsitektural dan animasi karikatural.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ratna Puspita
Tangkapan layar pameran seni rupa virtual berjudul Virtue (Kebajikan).
Foto: Youtube AWCPH UI
Tangkapan layar pameran seni rupa virtual berjudul Virtue (Kebajikan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities Universitas Indonesia (AWCPH UI) menyelenggarakan pameran seni rupa virtual berjudul Virtue (Kebajikan). Pameran ini digelar memperingati Sewindu (delapan tahun) lahirnya lembaga yang membawa nama besar KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut. 

Selain untuk perayaan ulang tahun lembaga, pameran tersebut sekaligus sebagai respons terhadap wabah virus corona Covid 19. Pameran dibuka oleh Ibu Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid. Pameran ini telah berlangsung sejak 18 Juli 2020 dan telah ditonton oleh lebih 1.000 orang.

Baca Juga

Dalam siaran pers yang diterima Republikaco.id, Kamis (23/7), Ibu Shinta Nuriyah menyampaikan pandangannya bahwa seni dapat mengasah kepekaan hati, meningkatkan kualitas kemanusiaan dan kreativitas kita yang amat dibutuhkan di tengah krisis akibat wabah atau pandemi. 

Pameran ini melibatkan lebih dari 40 seniman dari berbagai generasi, kota dan dan negara seperti India, Jepang dan Australia. Beberapa di antaranya merupakan seniman terkemuka, antara lain Heri Dono, Nasirun, Tommy F Awuy, Jumaldi Alfi, Jumaadi, Erica Hestu Wahyuni, Putu Sutawijaya, dan banyak lagi lainya.

Masing-masing seniman memiliki karakteristik tersendiri, sehingga pameran ini menawarkan keragaman secara visual dan konseptual. Duduk sebagai kurator adalah peneliti di AWCPH UI, yaitu Faisal Kamandobat dengan Nabilla F Fiandhini sebagai co-kurator. 

Mereka memilih tema “virtue” (kebajikan) berdasarkan beberapa pertimbangan. Di antaranya, tema “virtue” memiliki kedekatan dengan semangat dan pemikiran Gus Dur yang kerap mengambil risiko demi memperjuangkan etika dan moralitas yang diyakini kebenarannya, baik dalam bidang spiritual-keagamaan, politik-ekonomi, maupun seni-budaya. 

Tujuannya untuk mencipta tatanan kehidupan yang lebih baik dan manusiawi dengan terbitnya demokrasi dan keadilan, terutama pada masa pasca Orde Baru. Pihak kurator mengemas pameran ini dengan menggabungkan instalasi arsitektural dan animasi karikatural yang menggambarkan kebajikan dalam bentuk gambaran besar dunia (makrokosmos) di masa depan. 

Para penonton akan dapat menemukan nuansa humor, keharuan, sains dan teknologi, juga spiritualitas dari berbagai tradisi keagamaan dengan format visual yang segar.  Sebagai contoh, mengingat keadaan berat akibat virus corona, lukisan-lukisan diangkut dengan wahana jet-jet futuristik, kemudian pengumuman pameran dilakukan melalui “layar tancap” di luar angkasa, di mana astronot bertemu dengan Gus Dur di tengah mandala antarariksa. 

Orang-orang arif dan bijaksana seperti Aristoteles, Konfucius, Jalaluddin Rumi, Jesus Kristus serta Buddha juga ikut “hadir” dalam pameran ini dalam bentuk animasi.  

Format pameran tersebut dilakukan oleh kurator sebagai cara mendekatkan seni rupa dengan masyarakat luas. Selain itu, juga untuk memberi kebahagiaan dan kegembiraan di tengah masa sulit akibat wabah Covid-19. Bagi masyarakat yang ingin menikmati pameran dapat menjumpai pada tautan ini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement