REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Biro Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah Provinsi Jawa Timur, Jempin Marbun mengomentari usulan pemakzulan Bupati Jember Faida, oleh DPRD Jember. Menurut Jempin, sesuai UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, hasil paripurna DPRD Jember tentang pemakzulan Faidah harus diuji secara hukum di Mahkamah Agung.
"Menurut undang-undang ada waktu 30 hari untuk Mahkamah Agung untuk menguji materi pemakzulan tersebut," kata Jempin dikonfirmasi Kamis (22/7).
Jempin mengatakan, setelah hasil uji materi dari Mahkamah Agung turun ke DPRD Jember, nantinya akan diajukan ke Mendagri melalui Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Dalam hal ini, kata Jempin, Gubernur Jatim hanya menerima usulan dari DPRD Jember yang sudah memiliki hasil uji materi di Mahkamah Agung.
Proses selanjutnya, lanjut Jempin, usulan dari DPRD Jember masih harus menjalano proses di Kemendagri. Sesuai aturan, jangka waktunya prowes pengkajian di Kemendagri juga sama, yakni 30 hari. Setelah itu, keputusan Mendagri diserahkan kepada Gubernur Jawa Timur.
Dikatakan Jempin, dalam konteks ini, tolak ukur Bupati Jember bisa diberhentikan atau tidak, tergantung pada hasil uji materi di Mahkamah Agung. "Jika hasil uji materi di Mahkamah Agung secara hukum tidak bisa diberhentikan, maka usulan pemakzulan tidak bisa diteruskan," kata dia.
Seperti diketahui, DPRD Kabupaten Jember melalui fraksi-fraksinya sepakat untuk mengusulkan pemberhentian Bupati Jember dalam rapat paripurna hak menyatakan pendapat yang digelar di ruang sidang utama, Rabu (22/7). Rapat tersebut berlangsung selama empat jam sejak pukul 11.00 WIB hingga 15.00 WIB.
"Keberadaan bupati sudah tidak diinginkan oleh DPRD Jember selaku wakil rakyat," kata Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi usai rapat paripurna.
Menurutnya, hak menyatakan pendapat merupakan tindak lanjut dari dua hak yang sudah dilakukan oleh DPRD Jember. Yakni hak interpelasi dan hak angket sesuai dengan aturan. Dimana rekomendasi Dewan dalam dua hak tersebut diabaikan oleh Bupati Faida.
"Kami menganggap bupati telah melanggar sumpah jabatan, melanggar peraturan perundang-undangan, sehingga DPRD bersikap melalui hak menyatakan pendapat kompak bahwa bupati dimakzulkan," ujarnya.