REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Studi yang dilakukan International Solid Waste Association menyatakan, jumlah sampah plastik yang mengalir ke lautan dan membunuh kehidupan laut bisa tiga kali lipat dalam 20 tahun ke depan. Hal ini dapat dicegah dengan perusahaan dan pemerintah dapat secara drastis mengurangi produksi plastik.
Penelitian baru ini menunjukan, konsumsi plastik sekali pakai telah meningkat selama pandemi virus Corona. Masker dan sarung tangan lateks terbuang setiap hari di pantai-pantai terpencil Asia.
Tempat pembuangan sampah di seluruh dunia menumpuk tinggi dengan jumlah tinggi untuk wadah makanan yang dapat dibawa pulang dan kemasan pengiriman daring.
Ilmuwan dan pakar industri untuk The Pew Charitable Trusts dan SYSTEMIQ, menyatakan, jika tidak ada tindakan yang diambil, jumlah plastik yang masuk ke laut setiap tahun akan meningkat. Dari awalnya mencapai 11 juta ton menjadi 29 juta ton, meninggalkan 600 juta ton kumulatif atau setara dengan 3 juta paus biru melayang di lautan pada 2040.
"Polusi plastik adalah sesuatu yang mempengaruhi semua orang. Ini bukan 'masalah Anda dan bukan masalah saya'. Itu bukan masalah satu negara. Ini masalah semua orang. Ini akan menjadi lebih buruk jika kita tidak melakukan apa-apa," kata Manajer Senior di Pew dan penulis pendamping penelitian, Winnie Lau.
Strategi yang dituangkan dalam laporan dirilis di Science itu mencakup pengalihan ratusan miliar dolar dalam investasi produksi plastik menjadi bahan-bahan alternatif, fasilitas daur ulang, dan perluasan pengumpulan sampah di negara-negara berkembang. Cara ini akan membutuhkan putaran balik oleh industri energi, yang dengan cepat membangun pabrik kimia baru di seluruh dunia.
Langkah tersebut dapat meningkatkan produksi plastik karena bisnis bahan bakarnya yang tradisional terkikis oleh kenaikan sumber energi yang lebih bersih.
Jumlah plastik yang diproduksi setiap tahun telah meningkat dengan cepat sejak 1950, ketika produksi global mencapai 2 juta ton. Pada 2017, angka itu mencapai 348 juta ton dan diperkirakan akan berlipat ganda lagi pada tahun 2040.
Pembuat plastik besar, termasuk ExxonMobil, Dow dan Chevron Phillips Chemical, mengatakan berkomitmen untuk menanggulangi polusi plastik, walau ada peningkatan produksi. Proyek-proyek yang mereka biayai lebih fokus pada pembersihan limbah.
Studi ini lebih merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan undang-undang mencegah produksi plastik baru dan memberikan subsidi untuk alternatif yang dapat digunakan kembali. Hanya saja, selama ini industri plastik telah melobi larangan pemerintah tentang plastik sekali pakai.
Beberapa pembeli plastik terbesar adalah perusahaan barang konsumsi seperti Coca-Cola, PepsiCo, Nestle dan Unilever. Mereka semua telah membuat komitmen untuk menggunakan sejumlah besar konten daur ulang dalam produk di masa depan.
Pew dan SYSTEMIQ menemukan, komitmen pemerintah dan perusahaan saat ini hanya akan mengurangi jumlah plastik yang mengalir ke laut sebesar 7 persen pada tahun 2040. Untuk memotong aliran plastik samudera hingga 80 persen, kertas atau alternatif kompos untuk plastik sekali pakai akan diperlukan. Kemasan juga harus dirancang ulang untuk lebih dari dua kali lipat bagian dari bahan daur ulang.
Beberapa mengkritik dimasukkannya studi insinerasi, daur ulang bahan kimia dan pabrik plastik ke bahan bakar sebagai cara untuk membuang limbah. Metode ini melibatkan pelepasan emisi karbon pemanasan-iklim, dan juga tetap mempertahankan produksi plastik.