REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Pendidikan Indra Charismiadji mengkritik gaya komunikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim saat ini. Menurutnya gaya komunikasi Kemendikbud menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kekisruhan Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud yang belakangan ini terjadi.
"Di Kemendikbud sekarang ini pola komunikasinya terkesan sangat minim, sangat elitis," kata Indra melalui daring dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (30/7).
Ditambah lagi, imbuhnya, Indonesia saat ini tengah mengalami krisis akibat pandemi Covid-19. Adanya program dengan anggaran besar tersebut pemerintah dianggap kurang sensitif dengan persoalan yang lebih mendesak saat ini.
"Sekarang tergantung Kemendikbud bagaimana menanggapinya dan meredakan kegaduhan ini karena kondisinya sedang sulit, tambah gaduh seperti ini PR kita membangun SDM jadi berantakan," ujarnya.
"Ini bonus demografi bisa menjadi bencana demografi kalau tidak betul-betul ditata ulang dengan baik urusan pendidikan kita," imbuhnya.
Terkait gaya komunikasi Nadiem, kritik juga disampaikan Pengamat Pendidikan NU Circle Ahmad Rizali. Ahmad menyoroti pelbagai polemik yang kerap mengiringi kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim.
Dia menilai, gagasan yang ditawarkan Nadiem, seperti "Merdeka Belajar" sangat bagus. Hanya saja, pola komunikasi dalam menyampaikan atau kebijakannya kurang baik.
"Kalau buat saya gagasan tidak ada yang salah. Dari kami dari para pegiat pendidikan, rata-rata menganggap itu gagasan-gagasan yang sangat bagus. Bahkan dulu itu dicanangkan oleh KH Dewantara itu sendiri dan secara tidak sadar ditiru oleh Finlandia. Persoalannya hanya di komunikasi, eksekusi, dan tidak cermatan dari Mendikbud sendiri," ungkap relawan di NU Circle, perkumpulan pekerja profesional pencinta NU, dan presidium Gernas Tastaka saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (26/7) lalu.