Rabu 05 Aug 2020 15:19 WIB

Misterius, 900 Perempuan Hilang di Peru Selama Lockdown

Total 1.200 perempuan dan anak perempuan dilaporkan hilang di Peru selama pandemi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Sejumlah perempuan memakai masker dan sarung tangan  menunngu antream untuk membeli makanan di pasar popular, Lima, Peru, Sabtu (4/4). Pemerintah membatasi pergerakan warga berdasarkan gender imbas dari penyebaran virus Corona. Hari Sabtu diperuntukan bagi perempuan yang bisa meninggalkan rumah untuk membeli kebutuhan barang pokok.
Foto: AP/Rodrigo Abd
Sejumlah perempuan memakai masker dan sarung tangan menunngu antream untuk membeli makanan di pasar popular, Lima, Peru, Sabtu (4/4). Pemerintah membatasi pergerakan warga berdasarkan gender imbas dari penyebaran virus Corona. Hari Sabtu diperuntukan bagi perempuan yang bisa meninggalkan rumah untuk membeli kebutuhan barang pokok.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA -- Lebih dari 900 perempuan dewasa dan anak perempuan hilang di Peru selama pemberlakuan lockdown. Pejabat tinggi hak perempuan pada Selasa (4/8) menyerukan pembentukan pendaftaran nasional orang hilang untuk menangani bertambahnya jumlah orang yang menghilang secara misterius.

Komisaris hak-hak perempuan Obmudsman Nasional, Isabel Ortiz mengatakan, sebanyak 915 orang yang terdiri atas 606 anak perempuan dan 309 perempuan dewasa dilaporkan hilang sejak dimulainya lockdown nasional pada 16 Maret hingga 30 Juni. Pembentukan pendaftaran nasional orang hilang akan digunakan untuk melacak mereka yang hilang. Mereka bisa saja ditemukan dalam keadaan hidup atau meninggal dunia. Selain itu, ada dugaan mereka adalah korban perdagangan seks dan kekerasan rumah tangga.

Baca Juga

"Angka-angka ini sangat mengkhawatirkan. Kami memiliki catatan jumlah anak perempuan dan wanita yang hilang, tapi kami tidak memiliki informasi terperinci tentang berapa banyak yang telah ditemukan," ujar Ortiz kepada Thomson Reuters Foundation.

Ortiz mengatakan, tanpa data yang lengkap sering kali tidak diketahui apakah mereka yang menghilang telah ditemukan dalam keadaan hidup atau telah meninggal dunia. Mereka yang menghilang bisa saja menjadi korban kejahatan dengan kekerasan. Bahkan dalam beberapa kasus, pelaku kejahatan melaporkan seorang perempuan yang hilang.

Ortiz mengatakan, daftar orang hilang nasional akan memungkinkan referensi silang informasi dengan kejahatan lain terhadap wanita. Daftar tersebut juga berguna untuk membantu menemukan orang hilang dan mengidentifikasi tersangka pelaku kejahatan.

"Kita perlu memiliki daftar yang tepat, yang akan memungkinkan kita menghubungkan hilangnya perempuan dengan kejahatan lain seperti perdagangan manusia dan kekerasan seksual," kata Ortiz.

Pekan lalu, Kementerian Perempuan Peru mengatakan 1.200 perempuan dan anak perempuan dilaporkan hilang selama pandemi. Kementerian mengatakan, pemerintah sedang berupaya memberantas kekerasan terhadap perempuan dan telah meningkatkan pendanaan pada tahun ini untuk program pencegahan kekerasan berbasis gender.

Negara-negara di seluruh dunia telah melaporkan peningkatan kekerasan dalam rumah tangga selama pemberlakuan lockdown nasional. Hal itu mendorong PBB untuk menyerukan tindakan yang mendesak.

Amerika Latin dan Karibia dikenal memiliki tingkat bunuh diri dan kekerasan terhadap perempuan yang cukup tinggi. Hal itu didorong oleh budaya patriarki dan norma sosial yang menentukan peran perempuan.

"Ada banyak stereotip tentang peran perempuan yang mengatur bagaimana perilaku mereka seharusnya, dan ketika ini tidak dipatuhi, kekerasan digunakan terhadap perempuan," kata Ortiz.

Sebelum pandemi virus corona, ratusan ribu perempuan di seluruh Amerika Latin, termasuk Peru melakukan aksi demonstrasi di jalanan. Mereka menuntut aksi pemerintah melawan kekerasan berbasis gender. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement