REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami perkara suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011-2016. Pada Kamis (6/8), penyidik KPK memeriksa Mantan Sekertaris MA, Nurhadi (NHD) sebagai tersangka.
"Tersangka NHD diperiksa sebagai tersangka, penyidik melanjutkan pemeriksaan dengan mengonfirmasi dugaan kepemilikan barang-barang tersangka NHD yang telah dilakukan penyitaan bertempat di sebuah villa berlokasi di kawasan Gadog, Megamendung, Bogor, Jawa Barat," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Kamis (6/8).
Penyidik KPK, lanjut Ali, juga meminta keterangan kepada saksi lainnya dari pihak swasta yakni Iwan Restiawan. Kepada saksi, penyidik mendalami terkait adanya dugaan pergantian nama kepemilikan sebagian surat hak milik sebuah villa berlokasi di kawasan Gadog, Megamendung, Bogor, Jawa Barat dari istri Nurhadi, Tin Zuraida kepada Sudirman.
Diketahui, Tin diduga ikut menyamarkan aset-aset yang berasal dari suap dan gratifikasi suaminya. Ia disebut melibatkan sejumlah kerabat untuk mengaburkan transaksi peralihan aset.
KPK pada Maret lalu sempat menyegel belasan motor gede dan empat mobil mewah saat menggeledah sebuah villa di Ciawi, Bogor, yang diduga milik Nurhadi tersebut. Penggeledahan di Ciawi saat itu juga sebagai upaya KPK untuk mencari tersangka Nurhadi bersama dua orang lainnya yang telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO), yakni Rezky dan Hiendra.
Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di salah satu rumah di Simprug, Jakarta Selatan, Senin (1/6), sedangkan tersangka Hiendra masih menjadi buronan.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan kasus Nurhadi tersebut ke arah dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).