REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gas elpiji 3 kilogram yang diperuntukan untuk kelompok miskin hingga hari ini masih banyak digunakan oleh kelompok masyarakat mampu. Akibatnya, kuota gas elpiji 3 kg sering habis di tengah jalan hingga akhirnya terjadi kelangkaan. Kelompok yang berhak pun dirugikan.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, kelangkaan gas elpiji 3 kg merupakan permasalahan klasik yang selalu timbul di setiap tahun. Ini terjadi karena gas melon yang notabene menjadi hak masyarakat miskin justru digunakan kelompok masyarakat mampu. Seharusnya, masyarakat mampu tidak mengambil apa yang menjadi hak masyarakat miskin.
"Biasanya, kelangkaan akibat tidak adanya pembatasan distribusi. Masyarakat mampu masih banyak kedapatan mengunakan elpiji ukuran 3 kilogram," ujar Mamit, Kamis (6/8).
Hal ini juga terjadi karena disparitas harga dengan elpiji nonsubsidi yang masih besar. Apalagi disaat banyak kegiatan di rumah seperti saat ini, kebutuhan penggunaan elpiji mengalami peningkatan.
Mamit berharap, kelompok masyarakat mampu tidak menggunakan gas elpiji 3 kilogram karena merugikan kelompok masyarakat lain dan juga para pedagang kecil yang memang lebih berhak mendapatkan gas elpiji 3 kilogram. Jika kelompok masyarakat mampu masih bandel menggunakan gas elpiji 3 kilogram, bisa dipastikan kuota yang ditetapkan oleh BPH Migas akan jebol dan ujung-ujungnya justru memberatkan Pertamina dan keuangan negara.
Yang pasti, Mamit berharap masyarakat juga tidak panik karena Pertamina juga selalu bergerak cepat jika terjadi kelangkaan. Meski begitu, ia mendorong masyarakat beralih ke produk-produk gas lain milik Pertamina terutama nonsubsidi.
Mamit juga menyarankan Pertamina bisa memanfaatkan agen sebagai penyalur resmi saat mengadakan operasi pasar. Agen pasti mempunyai gudang, jadi operasi pasar yang dilakukan oleh Pertamina dilakukan di gudang-gudang milik agen.
"Batasi satu orang hanya berhak dengan satu tabung elpiji 3 kilogram. Bahkan jika bisa mereka menunjukan KTP agar tidak dobel dalam satu keluarga," kata Mamit.