Sabtu 08 Aug 2020 12:44 WIB

AS Jatuhkan Sanksi kepada Carrie Lam dan Pejabat Hong Kong

Carrie Lam dan sejumlah penjabat hong kong dinilai mengekang kebebasan berpolitik.

 Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam berbicara dalam konferensi pers di Hong Kong, Jumat, 31 Juli 2020. Dia mengumumkan untuk menunda pemilihan legislatif yang dijadwalkan pada 6 September, dengan alasan wabah virus korona yang memburuk.
Foto: AP/Kin Cheung
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam berbicara dalam konferensi pers di Hong Kong, Jumat, 31 Juli 2020. Dia mengumumkan untuk menunda pemilihan legislatif yang dijadwalkan pada 6 September, dengan alasan wabah virus korona yang memburuk.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat pada Jumat (7/8) menjatuhkan sanksi kepada pimpinan Kota Hong Kong, Carrie Lam. Selain Lam, sanksi juga diberikan kepada kepala kepolisian setempat dan mereka yang menjabat sebelumnya, serta delapan petinggi lainnya.

Pemerintah AS menilai mereka berperan mengekang kebebasan berpolitik di wilayah tersebut. Sanksi itu diatur dalam perintah eksekutif Presiden AS Donald Trump yang telah ditandatangani bulan lalu.

Baca Juga

Di samping bertujuan menghukum China karena kerap menindak keras kalangan oposisi, langkah itu juga jadi aksi dramatis terbaru pemerintahan Trump jelang pemilihan presiden pada November 2020.

Tidak hanya Lam, pejabat kota Hong Kong yang kena sanksi, antara lain Komisioner Kepolisian Hong Kong Chris Tang beserta pendahulunya Stephen Lo dan John Ka-chiu, kemudian pejabat bidang keamanan Hong Kong, serta pejabat bidang hukum Teresa Cheng.

Dari enam pejabat yang masuk daftar sanksi, dua di antaranya adalah Luo Huining, kepala perwakilan China di Hong Kong dan Direktur Urusan Hong Kong dan Makau, Xia Baolong.

Departemen Keuangan Amerika Serikat mengatakan pemberlakuan Undang-Undang Keamanan Nasional yang bernuansa "drakonian" mengancam otonomi Hong Kong dan menjadi "dasar pembungkaman/sensor terhadap individu atau lembaga yang dianggap tidak berpihak terhadap China".

"Carrie Lam merupakan pimpinan wilayah yang bertanggung jawab langsung menerapkan kebijakan Beijing yang ingin mengekang proses kebebasan dan demokrasi," kata Pemerintah AS.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan langkah pemerintahnya itu "mengirim pesan tegas bahwa perbuatan otoritas Hong Kong tidak dapat diterima" dan bertentangan dengan komitmen China terhadap prinsip "satu negara, dua sistem".

"Kami tidak akan tinggal diam sementara warga Hong Kong mengalami tekanan yang brutal di tangan Partai Komunis China serta para pendukungnya," kata Pompeo lewat unggahannya di Twitter.

Sanksi itu akan membekukan seluruh aset milik pejabat tersebut yang ada di AS serta melarang warga AS berbisnis dengan mereka.

Ketegangan antara AS dan China meningkat tiap harinya dan hubungan keduanya kian memburuk, yang menurut para pengamat, sampai pada tahap paling buruk dalam puluhan tahun terakhir.

Kementerian Luar Negeri China pada Jumat menentang perintah eksekutif yang diumumkan oleh Trump pada minggu ini. Trump berencana melarang warga AS berbisnis dengan perusahaan pemilik aplikasi TikTok dan WeChat.

Trump merespon pemberlakuan UU Keamanan Baru di Hong Kong dengan mengakhiri status khusus kota bekas koloni Inggris itu. China menyebut AS sebagai negara dengan "logika gangster dan tukang rundung".

Seorang narasumber menyebut sanksi terhadap Lam diputuskan setelah ia menunda selama setahun pemilihan dewan legislatif Hong Kong yang dijadwalkan berlangsung pada 6 September 2020. Alasan penundaan, salah satunya karena tingginya kasus positif COVID-19 di Hong Kong.

Penundaan itu jadi pukulan telak bagi kelompok pro demokrasi di Hong Kong yang berharap dapat menghimpun banyak dukungan masyarakat lewat pemilihan legislatif.

Seorang pengamat dari Center for A New American Security, Peter Harrell, mengatakan kebijakan terbaru Trump terkait larangan terhadap TikTok, WeChat, dan sanksi yang dijatuhkan ke China karena dugaan pelanggaran terhadap umat Islam, merupakan "kebijakan Pemerintah AS yang kian dramatis terhadap China".

Keputusan Trump terhadap Hong Kong dapat membuat sejumlah bank cemas, kata Harrell, mengingat mereka berupaya memetakan kembali transaksi semacam apa yang masih diperbolehkan dalam aturan tersebut. Pasalnya, perintah eksekutif Trump belum menutup hubungan AS dengan otoritas di Hong Kong.

"Jika melihat berbagai jenis orang di sini ... perbankan harus mencari tahu seberapa jauh toleransi mereka terhadap risiko bertransaksi dengan otoritas (Hong Kong, red), dan bagaimana mereka memastikan transaksi itu tidak dilarang sebagaimana diatur dalam sanksi yang dijatuhkan terhadap Lam," terang dia.

Trump pada Rabu minggu ini mengatakan bursa saham AS akan meningkatkan aktivitas usahanya setelah pemerintah mencabut status khusus Hong Kong.

"Hong Kong tidak akan sukses lagi ... kita akan menghasilkan banyak uang sekarang," kata Trump saat diwawancarai Fox News.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement