REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Naiknya Raden Mas Sayyidin Malikul Kusna atau Pakubuwana X sebagai raja semakin memperkuat hubungan diplomatik antara Keraton Kasunanan Surakarta dengan kesultanan Utsmani.
Kepala Takmir Masjid Agung Keraton Surakarta KH Muhammad Muchtarom menjelaskan, utusan-utusan Utsmaniyah yang datang ke Surakarta sering membawa hadiah bagi sinuhun Pakubuwana X. Contohnya yakni pusaka berupa pedang atau senjata dan benda lainnya yang beberapa masih tersimpan di keraton.
Kemajuan tak hanya pada sektor ekonomi dan politik. Pada bidang hukum, penerapan hukum Islam yang sudah dirancang sejak masa Pakubuwana III sudah menyeluruh diterapkan pada berbagai masalah saat masa Pakubuwana X. Hingga kala itu Masjid Agung Keraton Surakarta mempunyai Pengadilan Serambi, tempat dimana pemutusan semua masalah-masalah sesuai hukum Islam. Termasuk didalamnya memutus persoalan pernikahan, mawaris, dan lainnya.
Menurut Kiai Muchtarom, hal ini tak lepas dari banyaknya ulama lokal yang belajar di wilayah Timur Tengah di bawah kekuasaan Utsmaniyah. Di sisi lain, Kesultanan Utsmaniyah terus mengirimkan utusan-utusannya yang kebanyakan termasuk para qadi.
(Baca: Takmir Ungkap Jejak Utsmani di Masjid Keraton Surakarta)
Kiai Muchtarom menjelaskan, pada saat itu Pakubuwana X sudah mempunyai cita-cita untuk mendirikan Al Azhar di Solo agar lebih mempererat hubungan dengan umat Islam di Timur Tengah. Keraton pun sangat mendukung ulama-ulama lokal yang ingin pergi belajar ke wilayah-wilayah di bawah kekuasaan Turki Utsmani. Alhasil, menurut Kiai Muchtarom, Pakubuwana X sampai membiayai semua pendidikan ulama-ulama lokal yang mau belajar ke Al Azhar maupun ke wilayah Hijaz.
"Sebagaimana disampaikan keluarga keraton, saat itu sinuhun PB X ingin mendirikan Al Azhar juga di Solo karena memang pendidikannya sangat maju. Sampai ada beasiswa terutama untuk alumni-alumni Mambaul Umum (Madrasah yang didirikan Pakubuwana sejak 1905)," kata Muchtarom kepada Republika.co.id pada Jumat (21/8).
Sementara itu para ulama utusan Utsmaniyah berfokus mensyiarkan dakwah di Masjid Agung Keraton. Dari mulanya sekedar perkumpulan hingga berdiri Mambaul Ulum sebuah lembaga pendidikan islam dengan sistem pendidikan yang sudah tertata dengan baik. "Pakubuwana X itu ingin Solo jadi pusat ilmu, melerlajari Islam, dia ingin mendirikan seperti Al Azhar, makanya dia buat Mambaul Ulum," katanya.
Namun upaya itu tak mudah. Terlebih saat Utsmaniyah berada di ujung keruntuhan termasuk lepasnya Arab Saudi pada 1920. Hal itu membuat banyak kendala yang dihadapi ulama lokal yang hendak belajar ke Timur Tengah. Hubungan keraton dengan kesultanan Utsmaniyah pun perlahan-lahan memudar seiring kemunduran Utsmaniyah. Keraton pun memutuskan untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).