Senin 24 Aug 2020 12:47 WIB

Ajaran Pokok Tarekat Shiddiqiyah

Konon, tarekat Shiddiqiyah hanya tersisa di Ploso (Jombang).

Rep: Syahruddin El Fikri/ Red: Muhammad Hafil
Ajaran Pokok Tarekat Shiddiqiyah. Foto: Dzikir kepada Allah (ilustrasi).
Foto: blog.science.gc.ca.
Ajaran Pokok Tarekat Shiddiqiyah. Foto: Dzikir kepada Allah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Menurut Imam Al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, hakikat tasawuf adalah membersihkan diri dari sifat manusia dan binatang, lalu menggantinya dengan sifat-sifat terpuji, suci, dan bersih seperti yang tecermin dalam asma-asma Allah. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, ''Berakhlaklah kamu semua dengan akhlak Allah.''

Dalam rangka pembersihan jiwa dan upaya mendekatkan diri kepada Allah, maka jiwa yang suci, bersih, dan terpuji itu harus dihayati, diresapi sampai menjadi kenyataan di dalam pergaulan sehari-hari. Jiwa yang suci adalah kunci utama mendekatkan diri kepada Sang Khalik. ''Maka diilhamkan kepadanya sifat fujur dan sifat takwa, sungguh beruntung orang yang membersihkan jiwanya''. (QS as-Syams [91] : 8).

Baca Juga

Seperti kegiatan tarekat pada umumnya, Tarekat Shiddiqiyah bertujuan mencetak manusia yang benar-benar dekat dan kenal pada Allah melalui serangkaian aktivitas zikir dan wirid. Sebagai puncak dari kedekatan yang diperoleh, sederet aktivitas tarekat mengarahkan jamaah untuk menjadi pribadi yang menjaga komitmen untuk selau bertakwa kepada Allah.

Tiga jalan

Ada tiga jalan yang bisa ditempuh guna mendapatkan predikat takwa tersebut, yaitu pertama, mendirikan shalat sebagaimana yang termaktub dalam ayat: ''Wahai seluruh manusia, beribadahlah (shalatlah) kepada Tuhanmu yang menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, barangkali kamu menjadi bertakwa.'' (QS al-Baqarah [2] : 21).

Kedua, melaksanakan puasa sebagai wujud pembersihan diri dari perkara duniawi. ''Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, barangkali kamu menjadi takwa.'' (QS al-Baqarah [2] : 183). Sedangkan jalan ketiga yang bisa ditempuh yaitu melantunkan zikir dan kalimat takwa.

Mewujudkan tujuan mulia tersebut bukan hal mudah. Proses demi proses harus sering dievaluasi dan ditingkatkan, sebagaimana yang tertuang dalam QS al-Fath [48 ] : 26. Sesuai dengan penamaan tarekat itu sendiri yaitu al-Shidqu, yang berarti jujur, benar, dan melawan kesalahan. Bingkai besar dari al-Shidqu itu kemudian dijabarkan dalam tuntunan dan ajaran pokok tarekat. Secara garis besar, masih mengacu pada penamaan itu, al-Shidiqiyah mengajak para jamaahnya untuk berlaku jujur dan benar dalam arti komitmen terhadap ketentuan Allah.

Tuntunan dan ajaran pokok dalam tarekat Shiddiqiyah yaitu di antaranya ajakan selalu agar senantiasa bersyukur. Pemberiaan yang telah diberikan Allah adalah anugerah yang patut disyukuri, apa pun itu. Kalaupun dijumpai seorang yang miskin, maka sejatinya Allah lebih tahu akan kondisi dan kesiapannnya, bisa jadi ia belum pantas kaya. Menerima semua pemberian dan selalu bersyukur adalah kunci dalam hidup. ''Dan bersukurlah kamu kepada-Ku (Allah) dan jangan kamu kufur.'' (QS al-Baqarah [2] : 152).

Ajaran lain yang ditekankan Shiddiqiyah yaitu tentang kesetiaan. Kesetiaan di tarekat Shiddiqiyah dimaknai sebagai komitmen dan loyalitas penuh terhadap hati nurani, kesetiaan terhadap sahabat, tetangga, lingkungan, dan Tanah Air. Rasa setia tersebut harus dibuktikan dengan melakukan reformasi akhlak dan menjaga keteguhan hati dari tindakan keji. Dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara, wujud kesetiaan bisa berupa sikap menerima dan mengakui pihak lain yang berbeda agama.

Zikir keseharian

Menurut Imam an-Nawawi, ada tiga tingkatan berzikir yang populer di kalangan kaum sufi. Tingkatan zikir yang pertama adalah level lisan yang bersumber pada lidah dan sering dikenal dengan sebutan zikir jahr atau keras. Level kedua adalah zikir hati yang bermuara pada kalbu. Zikir ini lebih sering dilakukan dengan cara pelan dan tidak bersuara. Sedangkan tingkatan ketiga, yaitu zikir rahasia atau lebih dikenal dengan sebutan zikir isyarat dan napas.

Zikir, dalam tradisi Tarekat Shiddiqiyah, dilakukan dengan tujuan agar kehidupan sehari-hari bisa lebih tenang dan damai. Zikir yang dijalani tidak hanya berupaya memperbaiki dan menjaga individu, tetapi juga ditujukan supaya hubungan antarjamaah dan masyarkat luas tetap terjalin dengan baik.

Selain zikir di atas, dalam tradisi Shiddiqyah Jombang ini, dikenal dengan istilah Kautsaran. Kautsaran diadakan berdasarkan kesepakatan para jamaah. Dalam kegiatan ini para jamaah harus membaca sejumlah ayat Alquran yang telah ditentukan. Surah-surah tersebut terdiri atas al-Ikhlas, al-Falaq, an-Naas, Alam Nasyrah, al-Qadar, al-Kautsar, an-Nashr, al-Ashr. Setiap surah tersebut dibaca sebanyak tujuh kali.

Kemudian, dilanjutkan dengan shalawat sebanyak 30 kali atau 21 kali. Kemudian, membaca tasbih (subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar) masing-masing 15 kali. Lalu, melakukan zikir (La Ilaha illallah) sebanyak 120 kali atau 1.000 kali jika mampu, hingga kemudian ditutup dengan doa. Kegiatan ini umumnya memakan waktu sekitar dua jam dan dilakukan dengan suara keras.

Agak sedikit berbeda dengan Shiddiqiyah di Jombang, al-Shiddiqiyah di Maroko, memakai wirid dan hizib yang dibaca sehari-hari. Wirid yang merupakan bacaan pokok, yaitu istighfar, shalawat nabi, dan tahlil yang dibaca sebanyak 100 kali setiap pagi dan sore hari. Selain itu, deretan hizib juga digunakan sebagai bacaan harian rutin di antaranya al-Wadhifah al-Zaruqiah, hizib al-Fath al-Shiddiqi, al-Maarif al-Dzauqiyah, al-Bahr, karangan imam as-Syadzili, dan hizib milik an-Nawawi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement