Selasa 25 Aug 2020 22:45 WIB

Tips Cegah Psikosomatik Selama Pandemi

Beberapa tips yang bisa dilakukan agar terhindar dari gangguan psikosomatis

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yudha Manggala P Putra
Masker (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Masker (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Paparan informasi tentang virus corona yang berlebih dapat memicu cemas, khawatir, dan stress. Bahkan, tidak jarang tubuh seakan merasak gejala mirip Covid-19, usai menerima informasi terkait gejala infeksi virus corona.

Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Psikosomatis FKKMK UGM dr. Noor Asyiqah Sofia menilai, gejala muncul sebenarnya manifestasi gangguan psikosomatik. Beberapa manifestasi seperti sesak nafas mirip manifestasi infeksi Covid-19.

Ia membagikan tips-tips yang bisa dilakukan agar terhindar dari gangguan psikosomatis. Poin utamanya dengan lebih sering meningkatkan respon dari relaksasi tubuh terhadap stres.

"Salah satu cara meningkatkan respon relaksasi tubuh terhadap stress yaitu dengan olah raga," kata Noor, Selasa (25/8).

Cara lain istirahat yang cukup karena jika kekurangan akan menaikkan kadar hormone kortisol atau hormon stres. Lalu, atur pola makan bergizi seimbang karena dapat membantu menurunkan kadar dan adrenalin yang naik saat stres.

"Jangan lupa meningkatkan kualitas spiritual dan religiusitas," ujar Dosen Departemen Penyakit Dalam Divisi Psikosomatik FKKMK UGM tersebut.

Noor menyebut, bila sudah terjadi gangguan psikosomatik perlu pendekatan holistik dalam penanganan. Pendekatan kepada gangguan psikis yang mendasari dan gangguan fisik yang terjadi akibat gangguan psikosomatik itu sendiri.

Misalnya, kepada orang yang mengalami serangan sesak nafas berulang yang dipicu gangguan cemas. Selain penanganan terhadap keluhan sesak nafasnya, yang tidak kalah penting penanganan optimal terhadap gangguan cemasnya. "Baik berupa pemberian obat-obat anti cemas maupun pemberian psikoterapi yang sesuai," kata Noor.

Kemudian, ia menerangkan, psikosomatik sendiri merupakan gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisik. Yang mana, disebabkan faktor-faktor psikologis atau peristiwa psikososial tertentu.

Umumnya terjadi akibat kurang kemampuan adaptasi seseorang dalam menghadapi stres. Meski begitu, jika sudah menjadi gangguan psikosomatik berarti bukan merupakan reaksi normal karena sudah terjadi gangguan terhadap fisik pasien.

Psikosomatik bisa muncul lewat proses emosi yang tidak mampu diadaptasi. Lalu, emosi yang diproses otak disalurkan lewat susunan saraf ke organ-organ tubuh seperti saluran pencernaan atau pernafasan, atau sistem hormonal.

Contohnya, lanjut Noor, bagi individu yang merasa sesak nafas menandakan adanya gangguan psikosomatis di saluran pernafasan. Hal itu terjadi jika sesak nafas yang didapat sangat dipengaruhi oleh kondisi psikis pasien.

Gangguan psikosomatik bisa terjadi ke orang yang sehat, tapi bisa terjadi ke orang yang memang secara fisik sudah miliki kelainan organ fisik. Bagi yang fisiknya sehat, gangguan psikosomatik menimbulkan manifestasi beragam.

"Seperti sering berdebar-debar, keringat dingin, keluhan pencernaan seperti kembung mual dan gangguan tidur," ujar Noor.

Sedangkan, bila gangguan psikosomatik ini terjadi kepada orang yang secara fisik sudah sakit, maka psikosomatis bisa memperberat penyakit yang telah diderita. Serta, menurunkan kualitas hidup dan kepatuhan kepada pengobatan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement