Rabu 02 Sep 2020 07:45 WIB

Risma Minta Warganya tak Panik Soal Resesi

Risma mengaku, telah mengambil langkah-langkah agar roda perekonomian tetap berjalan

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Foto: Tangkapan layar
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta warganya tak panik menanggapi isu resesi yang ramai diperbincangkan dan disebut bisa bisa seperti krisis di 1998. Risma mengatakan, di 1998 dan 2008, ekonomi Surabaya mampu bertahan. Apalagi sekitar 92 persen usaha di Surabaya itu tergolong ekonomi menengah ke bawah. Sehingga tidak terlalu terpengaruh dengan perekonomian global.

"Pertumbuhan ekonomi kita di atas pertumbuhan Nasional. Kenapa begitu? Karena 92 persen usaha di Surabaya itu ekonomi menengah, jadi dia tidak terpengaruh kepada perekonomian global. Makanya dia harus ditahan, diberikan ruang untuk dia (usaha) bisa gerak tapi tetap dengan protokol yang sangat ketat," kata Risma di Surabaya, Rabu (2/9).

Risma mengaku, telah mengambil langkah-langkah agar roda perekonomian di Kota Pahlawan tetap terjaga meski di tengah pandemi Covid-19. Salah satunya adalah dengan tidak menyetujui perpanjangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat itu.

"Itulah yang kenapa kemudian kemarin aku curi start, aku tidak mau ada PSBB lagi. Karena kita akan lakukan new normal atau tatanan baru," kata Risma.

Risma melanjutkan, dengan tak diperpanjangnya PSBB tahap III tersebut, diharapkan para pelaku usaha di Surabaya bisa kembali beroperasi, namun dengan protokol kesehatan ketat. Sebab, dia menilai, jika PSBB itu diteruskan bukan tidak mungkin banyak pelaku usaha di Kota Pahlawan yang gulung tikar.

"Misalkan aku punya perusahaan buat sepatu, begitu ini tak tutup, apakah dia tiba-tiba bisa jalan bagus? Kan tidak, mulai nol lagi kan. Makanya ini sebelum tutup saat itu, kenapa kemudian aku supaya dia gerak. Jadi yang sudah mulai turun ditahan minimal dia tidak jatuh lagi, tapi kalau bisa diangkat lagi," kata dia.

Risma juga mengungkapkan, berdasarkan hasil penelitian terhadap evaluasi perekonomian yang diterimanya, hingga akhir 2020 perkembangan ekonomi di Kota Surabaya masih terbilang positif. Namun, kata dia, apabila terlambat sedikit saja memutuskan kebijakan, bukan tidak mungkin akhir tahun ekonomi Surabaya mengalami keterpurukan.

"Itulah kenapa kemarin hasil data penelitian evaluasi Surabaya itu kita di titik masih bisa bertahan di positif nanti Insya Allah di akhir tahun. Kenapa? Kalau aku kemarin terlambat sedikit ya nyungsep (terpuruk) beneran yang punya perusahaan, yang punya usaha," ujarnya.

Apalagi, lanjut Risma, jika pelaku usaha itu sudah menggunakan modal usahanya untuk kebutuhan sehari-hari keluarga. Tentu saja hal itu akan semakin menambah beban ekonomi pelaku usaha tersebut, bahkan berdampak pada gulung tikar.

"Kalau sudah modal dipakai makan, bagaimana dia (pelaku usaha) bisa bangkit lagi, kecuali kalau dia dapat insentif, tunjangan atau bantuan. Makanya kemarin aku beranikan, kesehatan kita pantau benar-benar tapi yang untuk usaha boleh bergerak," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement