REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Akhlak merupakan ajaran vital dan inti dalam Islam. Bahkan Allah menurunkan Rasulullah SAW ke bumi dengan misi untuk menyempurnakan akhlak; li utamimma makarimal-akhlak. Sehingga dalam kondisi seperti krisis ekonomi pun, umat Islam jangan sampai mengarah pada krisis akhlak.
Ibrahim Anis dalam Mu’jam Al-Wasith menjelaskan akhlak dengan redaksi: “Halun li-nafsi raasikhatun tashduru anhal-a’malu min khairin aw syarrin min ghairi haajatin ila fikrin wa ru’yatin,”. Yang artinya: “(akhlak) merupakan sifat yang tertanam di dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan. Baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”
Artinya, jika sudah tertanam dalam sanubari seseorang tentang akhlak, kondisi krisis apa pun yang menderanya niscaya akan dilalaui dengan tidak menanggalkan akhlaknya. Sebab, akhlak itu sendiri disebut ‘shifatul insanil-adabiyyah’, yakni sifat-sifat manusia yang terdidik.
Terdidik dan ditempa untuk tetap dapat berlaku baik dengan cobaan apa pun yang dihadapi. Rasulullah sendiri tidak diutus ke bumi hanya untuk menjadikan seorang hamba pintar atau terhormat saja, tapi untuk menyempurnakan akhlak.
Rasulullah bersabda: “Innama buitstu li-utamimma makarimal-akhlak,”. Yang artinya: “Bahwasannya aku (Muhammad) diutus Allah untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti (akhlak),”.