Senin 07 Sep 2020 10:35 WIB

Sidang Julian Assange Kembali Digelar

Assange didakwa melanggar Undang-Undang spionase.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Seorang pendukung Julian Assange mengenakan masker di luar Pengadilan Magistrasi Westminster di London, Senin (27/7/2020).
Foto: AP / Kirsty Wigglesworth
Seorang pendukung Julian Assange mengenakan masker di luar Pengadilan Magistrasi Westminster di London, Senin (27/7/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sidang ekstradisi Julian Assange ke Amerika Serikat (AS) digelar kembali setelah sempat tertunda karena pandemi virus Corona. Dalam sidang di London Senin (7/9) ini Assange berusaha menghindari dakwaan pidana jaksa-jaksa AS atas aktivitasnya di WikiLeaks.

Pihak berwenang AS mendakwa laki-laki kelahiran Australia itu berkonspirasi merentas komputer-komputer pemerintah. Ia juga didakwa melanggar undang-undang spionase karena mempublikasikan kabel diplomatik rahasia di WikiLeaks pada 2010 hingga 2011.

Para pendukungnya menilai Assange pahlawan kebebasan berbicara yang mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan pemerintah AS. Sementara kritikusnya mengatakan pria yang kini berusia 49 tahun itu mempublikasikan dokumen rahasia sehingga membahayakan sumber intelijen AS di Irak, Iran dan Afghanistan.

Ia semakin dikecam setelah merilis dokumen-dokumen yang dicuri dari Komite Nasional Partai Demokrat. Sehingga merusak citra Hillary Clinton dalam pemilihan presiden tahun 2016. Ia membantah tuduhan penyidik AS dokumen-dokumen yang dimiliki WikiLeaks didapat dari peretas Rusia. Isu itu tidak termasuk proses hukum yang sedang berjalan.

Assange menjadi pusat perhatian media internasional pada 2010 setelah WikiLeaks mempublikasikan video militer AS pada 2007. Video itu memperlihatkan helikopter tempur Apache militer AS menembaki puluhan orang di Baghdad, termasuk dua orang jurnalis Reuters.

Tidak lama setelah merilis video tersebut. WikiLeaks mempublikasikan dokumen dan kabel diplomatik militer AS.   Tim kuasa hukum Assange di London berpendapat dakwaan AS terhadap klien mereka mengancam kebebasan pers. Mereka juga mengatakan mengirimkan Assange ke AS sama saja dengan bunuh diri, di mana ia akan menghadapi tuntutan puluhan tahun penjara.

Pada Maret lalu tim pengacara Assange mengajukan syarat jaminan. Para pengacara berpendapat klien mereka rentan tertular virus Corona tapi pengadilan tetap menahannya dengan alasan potensi Assange akan melarikan diri cukup tinggi.

Sejak 2010 Assange menghadapi berbagai gugatan hukum di Inggris. Ia sempat menjalani sidang ekstradisi ke Swedia di mana ia menghadapi gugatan hukum pelecehan seksual yang kini sudah dicabut. Karena takut akan diekstradisi pada 2012 ia mencari suaka ke Kedutaan Besar Ekuador di London.

Selama tujuh tahun ia bersembunyi di dalam kedutaan besar negara Amerika Latin itu. Pasangannya Stella Morris mengatakan selama di persembunyian ia dan Assange memiliki dua orang anak.

Karena berselisih dengan tuan rumah dan Ekuador mencabut suakanya, pada April 2019 Assange diseret keluar dari kedutaan besar. Ia sempat dipenjara atas tuduhan melanggar syarat jaminan.

Sambil menunggu hasil sidang ekstradisi ke AS, Assange tetap ditahan di penjara. Sidang ini mulai berlangsung pada bulan Februari dan dijadwalkan dilanjutkan pada Mei. Tapi karena pandemi virus Corona maka sidang itu ditunda.

Kini pengadilan akan mendengarkan kesaksian dari saksi yang diajukan pembela. Dalam pembelaannya tim kuasa hukum Assange menilai kasus ini bermotif politik, kesehatan mentalnya dapat terganggu, kondisi penjara di AS melanggar undang-undang hak asasi manusia Inggris dan Assange serta pengacaranya dimata-matai saat mereka sedang di Kedutaan Besar Ekuador. 

 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement