Selasa 08 Sep 2020 17:16 WIB

Berbagi Pengetahuan Melalui Perpustakaan Komunitas

Saat ini keberadaan ruang-ruang publik dan komunitas semakin dibutuhkan.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Hiru Muhammad
Suasana Perpustakaan Heterotopie Eutenika di Sukun, Kota Malang.
Foto: Dok. Eutenika
Suasana Perpustakaan Heterotopie Eutenika di Sukun, Kota Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG--Perpustakaan masih menjadi wadah penting di masyarakat dalam meningkatkan literasi dan pengetahuan. Tak jarang, beberapa komunitas berusaha membangun perpustakaan di lingkungannya untuk mencapai tujuan tersebut.

Tim pengabdian rekayasa budaya sosiologi, Universitas Brawijaya (UB), I Wayan Suyadnya dan Anton Novenanto menilai, saat ini memang banyak pegiat literasi mencoba membangun perpustakaan komunitas guna memajukan pengetahuan. Sayangnya, sebagian besar masih memiliki paradigma lama dengan memandang perpustakaan sebagai ruang fisik. "Perpustakaan (hanya) menyediakan koleksi buku dengan kecenderungan pembatasan interaksi sosial," kata Wayan Selasa (8/9).

Menurut Wayan, saat ini keberadaan ruang-ruang publik dan komunitas semakin dibutuhkan. Pasalnya, kehidupan masyarakat urban tidak dapat dilepaskan dari fenomena bersosialisasi dan berkolaborasi. Hal ini terutama dalam berbagai bidang sebagai wujud budaya berbagi pengetahuan.

Konsep berbagi melalui perpustakaan komunitas diterapkan dengan maksud membangun budaya berjejaring, berkolaborasi dan bersosialisasi. Pendirian perpustakaan komunitas juga didasari keinginan untuk membantu masyarakat yang belum merasakan manfaat perpustakaan umum. "Sehingga (mereka nantinya) dapat merasakan manfaat perpustakaan komunitas yang mereka dirikan," katanya.

Menurut Wayan, keberadaan perpustakaan berbasis komunitas tidak sekadar menyediakan bahan bacaan sebagai sumber ilmu. Pendirian perpustakaan ini juga diiringi dengan hadirnya pusat pembinaan masyarakat. Oleh karena itu, Wayan bersama Eutenika sebagai organisasi publik di Kota Malang merancang suatu perpustakaan komunitas yang terbuka untuk masyarakat luas.

Wayan bersama komunitas para peneliti dalam Eutenika mencoba memanfaatkan ruang fisik berupa //working space//. Mereka membangun ruang publik melalui penguatan partisipasi dan literasi publik di Kota Malang. 

Wayan ingin Perpustakaan Heterotopie Eutenika menjadi tempat di mana setiap orang baik tua-muda dapat melakukan interaksi sosial. Kemudian perpustakaan menjadi wadah dalam mengembangkan ide serta kreativitasnya. Apalagi pihaknya memilih penyediaan ruang (makerspace) sebagai konsep utama untuk membangun ruang publik tersebut. 

Sebagai langkah awal, Wayan mengadakan lokalatih (workshop) di Perpustakaan Heterotopie Eutenika Jalan Prenjak, Sukun, Kota Malang. Melalui kegiatan ini, para pengelola perpustakaan akan mendapatkan sejumlah materi terkait penyiapan perpustakaan komunitas sebagai ruang publik inklusif. "Untuk menjamin pemenuhan hak atas ruang perkotaan," katanya.

Pendiri Taman Baca Kesiman (TBK) di Denpasar, Bali, Agung Alit merupakan salah satu narasumber yang turut hadir dalam lokalatih daring. Di kegiatan ini, dia mengungkapkan berbagai hal dari sejarah pendirian TBK sampai model yang diterapkan di perpustakaannya. Selain berbagi koleksi buku bacaan, alasan pendirian TBK juga ditunjukkan meningkatakan budaya gemar membaca.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement