REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menilai momentum revisi UU Bank Indonesia saat ini tidak tepat mengingat kondisi ekonomi nasional tengah terancam resesi. Menurut Said, pemulihan ekonomi perlu menjadi fokus bagi semua pemangku kepentingan di masa pandemi ini, tidak hanya pemerintah.
"Karena itu, saya berharap seluruh sumber daya kita dikerahkan untuk memulihkan ekonomi nasional yang bakal mengalami resesi," ujar Said dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (8/9).
Politisi Senior PDIP itu juga menyoroti beberapa pasal pengaturan di draf revisi UU BI yang diusulkan Badan Legislasi DPR. Salah satunya mengenai keberadaan dewan moneter.
Ia mengatakan, Indonesia telah memiliki Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sebagaimana tercantum dalam UU No 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Bahkan, kata dia, komposisi KSSK telah merepresentasikan kelembagaan sebagaimana yang dimaksud dengan dewan moneter karena menteri keuangan menjadi koordinator KSSK. "Jangkauan kewenangan KSSK malah tidak saja sektor moneter, tapi keseluruhan sektor keuangan yang berpotensi menimbulkan krisis sistem keuangan," ujarnya.
Ia juga menyoroti pengembalian kewenangan pengawasan bank dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI). Ia menilai, pengaturan itu akan membatalkan sebagian besar isi Undang Undang No 21 tahun 2011 tentang OJK. Menurutnya, hal yang perlu dilakukan adalah memperbaiki UU Nomor 21 tahun 2011 dengan menambahkan pengaturan tentang Badan Pengawas OJK.