Rabu 09 Sep 2020 16:51 WIB

Jaringan Keilmuwan Pesantren

Santri dan pesantren berperan dalam perjuangan bangsa.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Muhammad Hafil
Jaringan Keilmuwan Pesantren.
Foto: Republika/Prayogi
Jaringan Keilmuwan Pesantren.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Meskipun biasanya berbasis di perdesaan, pesantren memiliki jaringan keilmuan yang lintas mancanegara. Penyebabnya bisa dilacak hingga jaring ulama yang berkisar di Tanah Suci. Kontak ulama Nusantara dengan Haramain, khususnya sejak abad ke-18 semakin meng- giatkan perkembangan pesantren. Dalam masa transisi abad ke-19 menuju abad ke-20, para haji Nusantara tidak sekadar beribadah rukun Islam yang kelima.

Sebagian dari mereka juga merupakan pembelajar yang telah lama tinggal di Makkah. Kota itu merupakan pusat dunia Islam sekaligus titik perjumpaan pelbagai gagasan yang menjadi arus besar dunia. Pada era tersebut, ide-ide modernisme Islam mulai masuk dengan deras ke Nusan- tara, termasuk kalangan pesantren. Pendidikan tradisional mulai perlahan- lahan dipadukan dengan metode pengajaran modern di pesantren Jawa dan Sumatra.

Baca Juga

Sebagai contoh adalah pondok pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Lembaga ini didirikan KH Hasyim Asy'ari pada 1899. Hingga tahun 1916, demikian seperti dikutip bukuShaleh Putuhena(2007), pesantren Tebuireng masih mengikuti sistem neoklasikal. Isinya berupa metode-metode sorogan dan bendongan yang dijalani santri untuk mendapatkan ilmu dari para kiai di pesantren. Namun, atas inisiatif KH Maksum, yakni menantu KH Hasyim Asy'ari, ada penambahan berupa matapelajaran ilmu-ilmu umum, semisal bahasa Melayu, matematika, dan geografi, bagi para santri Tebuireng.

Sepuluh tahun kemudian, muncul pula pelajaran bahasa Belanda. Sejak 1934, di pesantren ini didirikan sebuah madrasah Nizamiyah dengan kurikulum yang terdiri atas 70 persen mata pelajaran umum serta 30 persen sisanya adalah pelajaran agama Islam. Ini merupakan usulan dari KH Abdul Wahid Hasyim, yakni putra sang pendiri pondok pesantren Tebuireng.