Ahad 13 Sep 2020 15:49 WIB

Qodari: Harusnya Anies Tarik Rem Darurat tak Mendadak

M Qodari menilai tarik rem darurat menciptakan panic buying

Rep: Ali Mansur/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Anies Baswedan memutuskan untuk menarik rem darurat dengan menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menuai kritikan, khususnya dari lawan politiknya. Langkah Anies dianggap dapat menghambat pemulihan ekonomi di masa pamdemi Covid-19.
Foto: Pemprov DKI Jakarta
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Anies Baswedan memutuskan untuk menarik rem darurat dengan menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menuai kritikan, khususnya dari lawan politiknya. Langkah Anies dianggap dapat menghambat pemulihan ekonomi di masa pamdemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Langkah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memutuskan untuk menarik rem darurat dengan menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menuai kritikan, khususnya dari lawan politiknya. Langkah Anies dianggap dapat menghambat pemulihan ekonomi di masa pamdemi Covid-19. Padahal pemerintah provinsi (pemprov) DKI Jakarta sudah menerapkan PSBB Transisi menuju kenormalan baru.

Direktur Eksekutif Indobarometer M Qodari mengaku sependapat dengan Anies Baswedan terkait PSBB jika alasannya adalah fasilitas kesehatan semakin menipis. Namun ia juga mengkritisi Anies, karena menurutnya rem darurat itu tidak sama dengan rem mendadak. "Jadi saya kira pak Anies ini melakukan rem darurat yang mendadak," ujar Qodari saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (13/9).

Sementara itu, kata Qodari, rem pasti membuat semua orang kelimpungan, karena tidak siap dan kaget meski memang harus dilakukan. Ia menegaskan, rem darurat dalam Covid-19 berbeda dengan metromini di DKI Jakarta yang kerap "ugal-ugalan. Namun, ia percaya Pemprov DKI Jakarta memiliki data jumlah pasien Covid-19 dan ketersedian fasilitas kesehatan di DKI Jakarta. 

"Menurut saya yang memang harus dihitung dan dijelaskan bukan hanya soal pasien tapi juga bagaimana antisipasi terhadap jumlah fasilitas kesehatan selama ini apakah sudah ditingkatkan atau belum,' tegas Qodari.

Karena, lanjut Qodari, PSBB Transisi memiliki konsekuensi peningkatan pasien Covid-19. Namun jika peningkatan kasus tersebut diiringi dengan peningkatan fasilitas kesehatan, seperti tempat tidur, ruang ICU dan lainnya pasti bisa lebih dikekolah. Kemudian rem mendadak juga menyebabkan berbagai pihak khususnya pelaku ekonomi melakukan, panic buying, panic selling. Sehingga menimbulkan ongkos ekonomi yang sebetulnya tidak terjadi jika diantisipasi, atau diumumkan jauh-jauh hari.

"Misalnya katakanlah dua atau tiga pekan sebelumnya sudah ada diumumkan bahwa kemungkinan rem darurat harus ditarik karena pasien meningkat dan fasilitas kesehatan menurun. Saya kira kalau dua atau tiga pekan sebelumnya akan lain reaksinya dan konsekuensinya," tutup Qodari.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement