REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, angka kesembuhan pasien Covid-19 di wilayah setempat terus menunjukkan tren positif. Per 13 September 2020, persentase kesembuhan pasien Covid-19 Jatim mencapai 80,18 persen. Total pasien Covid-19 yang sembuh di Jatim menembus 30.540 orang, dari kasus kumulatif 38.088.
Khofifah melanjutkan, tingkat kesembuhan pasien Covid-19 Jatim menempati posisi tertinggi di Pulau Jawa. Dibandingkan Banten yang persentase kesembuhannya 69,9 persen, Yogyakarta 72 persen, DKI Jakarta 75,5 persen, Jabar 53.43 persen, dan Jateng 62,3 persen. Namun, kasus kematian Jatim menjadi yang tertinggi dengan total pasien Covid-19 meninggal mencapai 2.763 orang.
"Angka ini bukan sekadar bilangan, tapi menjadi bukti hasil kerja keras dan sinergi semua pihak dalam upaya memutus mata rantai penularan Covid-19 di Jatim. Utamanya tenaga medis yang berada di garis terdepan, TNI, Polri, akademisi, relawan dan masyarakat," kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (14/9).
Khofifah menjabarkan, berdasarkan laporan Alvara Analytic, di pekan ke-2 September 2020 (7-13 September) Jatim masuk dalam kategori risiko terendah Covid-19 nomor 1 di Indonesia. Padahal sebelumnya pada Juli 2020, Jatim pernah masuk ke urutan 28, artinya beresiko tinggi.
Penilaian Alvara ini dilakukan secara mingguan menggunakan Principle Component Analysis (PCA) berdasarkan 5 indikator epidemiologis. Yaitu jumlah pasien positif kumulatif, rata-rata laju kasus baru positif 7 hari terahir, prosentase kasus positif aktif kumulatif, rasio pasien sembuh, serta rasio pasien meninggal.
Namun demikian, Khofifah mengingatkan masyarakat agar tidak lengah dan tetap mematuhi protokol kesehatan. Mengingat wabah Covid-19 tidak dapat diprediksi kapan berakhir. "Bahkan WHO pun tidak bisa memastikan kapan wabah ini berakhir. Jangan sampai kendor, jangan anggap enteng dan jangan ada yang menyepelekan," katanya.
Khofifah menegaskan, Pemprov Jatim akan terus berusaha menekan penyebaran dan mortalitas Covid-19 dengan pengetatan protokol kesehatan. Salah satunya melalui revisi dari Perda Nnomor 1 tahun 2019 yang telah direvisi menjadi Perda Nnomor 2 tahun 2020, serta Pergub 53 tahun 2020, dan implementasi Inpres nomor 6 tahun 2020.
Bagi perorangan yang melanggar protokol kesehatan, lanjut Khofifah, akan diberikan sejumlah sanksi. Mulai dari teguran lisan, paksaan pemerintah dengan membubarkan kerumunan dan penyitaan KTP, kerja sosial, serta denda administratif sebesar Rp 250 ribu. Sanksi juga diberlakukan pada sektor pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum. "Sanksi mulai diterapkan per hari ini, Senin 14 September 2020. Ayo disiplinkan diri dengan selalu pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak. Ini tugas kita bersama,"ujar Khofifah.