REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tsabit RA bercerita dia duduk bersama Anas bin Malik RA dan di sebelahnya duduk pula anak perempuannya. Lalu Anas berkata, “Datanglah seorang perempuan kepada Rasulullah, lalu dia menawarkan dirinya kepada beliau sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, maukah tuan mengambil diriku (sebagai istri)?’”
Lalu anak perempuan Anas menyeletuk, “Betapa tidak malunya perempuan itu.” Lalu Anas menjawab, “Perempuan itu lebih baik daripada kamu. Dia menginginkan Rasulullah, oleh karena itu dia menawarkan dirinya kepada beliau.” (HR. Ibnu Majah)
Di dalam Alquran, diceritakan putri Nabi Syu’aib meminta ayahnya menikahkannya dengan Nabi Musa AS karena keluhuran akhlaknya. Salah seorang dari kedua wanita itu berkata,
“Wahai bapakku, ambillah dia (Musa) sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Lalu Nabi Syu’aib berkata kepada Musa, “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan 10 tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.” (Al-Qashash: 26-27)
Jika berkaca pada perjalanan kisah cinta Rasulullah, Rasulullah SAW sendiri merupakan pihak yang dilamar oleh istrinya, Khadijah. Hal ini menjelaskan seorang wanita yang melamar seorang pria shalih bukanlah hal yang tabu dan sangat diperbolehkan. Maka diperbolehkan pula bagi wanita mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk mendapatkan perhatian pria shaleh yang disukainya.