REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis memberikan penjelasan tentang hukum menghadiri undangan acara pernikahan di masa pandemi Covid-19. Dia mengatakan, bila tempat acara tersebut rawan Covid-19 dan diyakini berpotensi tertular maka haram menghadiri undangan itu.
Kiai Cholil mengingatkan, menghindari keburukan itu lebih utama dibandingkan mengambil manfaat dari suatu urusan. "Hukum Islam menggariskan bahwa, menolak keburukan tertular Covid-19 didahulukan daripada maslahah menghadiri undangan," kata dia kepada Republika, Ahad (13/9).
Selain itu, Kiai Cholil menambahkan, untuk masyarakat yang berada di daerah yang masih memiliki kemungkinan tidak tertular virus corona maka hukumnya wajib menghadiri undangan tetapi dengan tetap menjaga protokol kesehatan.
MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa nomor 14 tahun 2020. Salah satu fatwanya adalah setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
Fatwa berikutnya, umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah covid-19.
Dalam fatwa itu, MUI juga mengeluarkan beberapa rekomendasi. Pertama, umat Islam wajib mendukung dan mentaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar COVID-19, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah.
Selain itu, pemerintah juga wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar-masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan impor barang kebutuhan pokok serta keperluan darurat.