Senin 21 Sep 2020 15:15 WIB

PDB Dunia Bisa Kembali ke Level Sebelum Pandemi pada 2021

Deutsche Bank memprediksi PDB global mengalami kontraksi 3,9 persen pada 2020.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Deutsche Bank Islamic Finance.
Foto: gulfbusiness.com
Deutsche Bank Islamic Finance.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Deutsche Bank memperkirakan, output ekonomi dunia akan kembali ke masa sebelum pandemi pada pertengahan 2021. Prediksi ini setelah melihat adanya penguatan pada aktivitas ekonomi yang lebih baik dibandingkan proyeksi sebelumnya. Tapi, tingkat utang yang sudah membengkak dan perubahan kebijakan dapat meningkatkan risiko krisis keuangan.

Kepala penelitian ekonomi global Deutsche Bank Peter Hooper mengatakan dalam sebuah catatan kepada kliennya, pemulihan ekonomi global selama musim dingin dan musim semi berjalan lebih cepat dari yang dibayangkan.

Baca Juga

Menjelang akhir kuartal III, Hooper mengatakan, Deutsche Bank memperkirakan, tingkat PDB global kini sudah setengah jalan untuk mencapai ke tingkat sebelum pandemi Covid-19. "Kami melihat, perjalanan itu akan selesai pada pertengahan tahun depan, beberapa kuartal cepat lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya," ucapnya, seperti dilansir Reuters, Senin (21/9).

Deutsche Bank menaikkan perkiraan untuk PDB global. Sebelumnya, pada Mei, Deutsche Bank memprediksi output ekonomi dunia menyusut 5,9 persen pada 2020. Dalam prediksi terbarunya, output diprediksi mengalami kontraksi 3,9 persen.

Sementara itu, pada 2021, Deutsche menaikkan proyeksi pertumbuhan PDB global dari 5,3 persen menjadi 5,6 persen. Namun, Hooper menekankan, masih banyak ketidakpastian dan potensi masalah ke depannya.

Ketakutan atas gelombang infeksi kedua di Amerika Serikat dan Eropa telah meningkatkan ketidakpastian terhadap prospek ekonomi. Pemilu AS juga menjadi faktor penambah ketidakpastian tersebut. Sementara itu, di Eropa, guncangan Brexit yang keras masih menjadi sebuah risiko.

Deutsche Bank juga menekankan perubahan kebijakan moneter yang terlalu tinggi. Hal ini dapat menimbulkan masalah lebih lanjut, meskipun terjadi beberapa tahun lagi.

Hooper mencatat, ekspansi hutang dan potensi overvaluasi aset yang telah terjadi sebagai dampak perubahan kebijakan moneter akan sangat mudah menimbulkan risiko serius dari risiko keuangan global. Risiko ini terus membayangi karena bank sentral mulai beralih dari kebijakan yang longgar. "Tiap kejutan kenaikan inflasi akan meningkatkan risiko ini," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement