Senin 21 Sep 2020 17:36 WIB

Kripto Ilegal Marak, Jumlah Korban di Indonesia Terbanyak

Penambangan kripto ilegal marak, Indonesia masih dengan jumlah korban terbanyak.

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Penambangan Kripto Ilegal Masih Marak, Indonesia Masih dengan Jumlah Korban Terbanyak. (FOTO: Kaspersky)
Penambangan Kripto Ilegal Masih Marak, Indonesia Masih dengan Jumlah Korban Terbanyak. (FOTO: Kaspersky)

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta

Selama dekade terakhir, perkembangan besar telah diterapkan di negara-negara Asia Tenggara dalam hal konektivitas. Akibatnya, potensi ancaman keamanan yang bersembunyi di balik dunia maya juga mengikuti. Di antara seluruh ancaman yang ada, terutama pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM) di wilayah Asia Tenggara, adalah penambangan kripto atau dikenal juga sebagai cryptomining.

"Ancaman ini jelas tidak sepopuler phishing dan ransomware, terutama karena kehadirannya biasanya tidak disadari. Dengan situasi pandemi yang secara tidak langsung mendorong perkembangan transformasi digital di kawasan Asia Tenggara, sudah selayaknya para pelaku bisnis memahami potensi risiko cryptomining," kata Yeo Siang Tiong General Manager Asia Tenggara di Kaspersky dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/9/2020).

Baca Juga: Kaspersky Temukan Kerentanan Zero-Day pada Windows

Dia menjelaskan, ancaman cryptomining hadir secara diam-diam, tersembunyi di dalam perangkat dan jaringan yang kemudian perlahan-lahan menyedot bandwidth, listrik, hingga merusak perangkat keras yang semuanya jelas merugikan dan memakan biaya di mana bisnis sangat tergantung akan seluruh operasi tersebut.

Menurut laporan terbaru Kaspersky, perusahaan telah mendeteksi sebanyak 1.726.799 upaya penambangan pada paruh pertama tahun ini yang menargetkan UKM di Asia Tenggara (SEA). Meskipun mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2019, upaya cryptomining mencatat yang tertinggi untuk sektor UKM di wilayah tersebut dibandingkan dengan phishing dengan 1.602.523 deteksi dan ransomware dengan 504.304 deteksi selama periode Januari hingga Juni 2020.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah deteksi cryptomining tertinggi terhadap UKM untuk paruh pertama 2020, meskipun terjadi penurunan sebesar 40% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada paruh pertama 2019, Indonesia memiliki sekitar 1,2 juta cryptomining yang tercatat oleh Kaspersky. Di tahun 2020, angka tersebut menurun menjadi 720 ribu, tetapi Indonesia masih menjadi negara dengan catatan terbanyak.

Data Kaspersky juga menunjukkan bahwa empat dari enam negara Asia Tenggara berada di 15 besar dunia dalam hal upaya cryptomining. Di peringkat global, Rusia merupakan negara dengan jumlah cryptomining terbanyak yang dicegah oleh perusahaan keamanan siber global pada kuartal kedua tahun 2020, diikuti oleh China, India, Indonesia, dan Vietnam.

Penambangan kripto adalah penggunaan akses tidak sah dari komputer orang lain untuk menambang mata uang kripto (cryptocurrency). Ini juga dikenal sebagai penambangan berbahaya (malicious mining). Para pelaku kejahatan siber menggunakan berbagai cara rahasia untuk menginstal program penambangan di komputer pengguna dan mengambil semua keuntungan dari penambangan kripto.

Malware cryptomining dapat membanjiri sistem, menyebabkan masalah kinerja yang parah, dan akan berdampak sangat cepat pada jaringan bisnis hingga terpenting, yaitu pelanggan mereka. Apa yang membuat penambangan kripto menjadi ancaman yang bisa berbahaya bagi bisnis adalah bahwa mata uang kripto masih menjadi bentuk pembayaran tebusan yang lebih mudah untuk dianonimkan.

Kesimpulannya, para pelaku kejahatan siber seperti penambang kripto sangat mampu melakukan aktivitasnya selama bertahun-tahun tanpa menarik perhatian sehingga tidak terdeteksi untuk jangka waktu cukup lama.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement