REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan Teheran tidak berencana menegosiasikan ulang kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Zarif meminta Washington kembali bergabung tanpa syarat.
Hal itu ia sampaikan dalam wawancara virtual dengan Council on Foreign Relations. Dalam kesempatan itu, Zarif membicarakan banyak topik termasuk kemungkinan bangkitnya JCPOA yang Donald Trump tinggalkan tahun 2008 lalu.
Zarif ditanya mengenai reaksi Iran bila Joe Biden memenangkan pemilihan presiden pada bulan November mendatang, Zarif mengatakan Teheran memperhatikan kebijakan Washington bukan politik domestik Amerika Serikat (AS).
Biden yang menjabat sebagai wakil presiden Barack Obama ketika JCPOA ditandatangani tahun 2015 berjanji akan mengadopsi kembali perjanjian itu bila Iran memenuhi kembali semua prasyarat yang sudah ditentukan.
Zafir mengatakan AS yang melanggar perjanjian tersebut, bukan Iran. Oleh karena itu, bebannya ada di pundak Washington yang harus mengembalikan kepercayaan Iran. Ia menambahkan sebelum Teheran kembali mematuhi regulasi JCPOA, AS harus lebih dahulu menarik kembali pelanggaran terhadap Iran.
"Amerika Serikat yang harus bersih lebih dulu, harus bertindak bersama-sama, harus kembali menjadi anggota masyarakat internasional yang mematuhi hukum, mulai mengimplementasikan kewajiban dan baru membahas sisa kesepakatan lainnya," kata Zarif seperti dilansir dari Middle East Eye, Selasa (22/9).
Menteri Luar Negeri Iran itu mengisyaratkan Trump membawa AS keluar dari JCPOA karena tidak suka dengan Obama. Karena itu, tambahnya, apa yang menjadi perhatian Teheran adalah sikap pemerintah AS bukan politik di Washington.
"Tidak penting bagi kami siapa yang diduduk di Gedung Putih, yang terpenting bagi kami adalah bagaimana mereka berperilaku, dan Amerika Serikat telah bersikap ekstrem, tidak bertanggung jawab, berbahaya di masyarakat internasional.
Ia mengatakan AS harus memastikan mereka tidak akan tidak akan melanggar kesepakatan JCPOA lagi. Menurutnya, Negeri Paman Sam tidak boleh lagi mengajukan tuntutan di luar kesepakatan dan membayar kompensasi kerugian Iran.
Zarif mengatakan kerugian yang Iran derita karena sanksi-sanksi AS mencapai miliaran dolar. Dalam JCPOA, Iran setuju menghentikan program nuklir dengan syarat sanksi-sanksi internasional yang merugikan perekonomian mereka dicabut.
Pada tahun 2018 lalu, Trump menarik AS dari kesepakatan tersebut dan menerapkan kembali sanksi-sanksi ekonomi terhadap Iran. Ia mendesak negara Timur Tengah itu menghentikan program nuklir dan berhenti mengganggu keseimbangan di kawasan.
Pada Sabtu (19/9) lalu, pemerintah AS mengumumkan langkah 'snapback' atau menerapkan kembali sanksi-sanksi PBB terhadap Iran. Hampir semua anggota Dewan Keamanan PBB menolak langkah tersebut.