REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta untuk menurunkan angka kasus Covid-19. Ia mengaku adanya PSBB juga usaha untuk selamatkan masyarakat dari wabah Covid-19. Namun, terdapat masyarakat yang pro dan kontra dengan kebijakan tersebut.
"Saya rasa semua orang memang memiliki rasa suka dan tidak suka. Mungkin mereka sudah ada yang merencanakan resepsi pernikahan, acara dan sebagainya. Dan saat ini kan tidak mungkin dilakukan. Ya dengan PSBB ini kan usaha untuk menyelematkan kami semua dari wabah Covid-19," kata Anies di acara ngobrol bareng Gus Miftah dalam tema 'PSBB Ketat, Sepeda dan Media Sosial' yang disiarkan secara langsung melalui Youtube INews, Selasa (22/9).
Kemudian, ia menjelaskan sebenarnya PSBB itu sudah dilakukan sejak 10 April 2020. Lalu, pada 4 Juni 2020 ia sudah melihat bahwa kasus Covid-19 di DKI Jakarta sudah mulai menurun tapi belum selesai karena memang angka reproduksi dasar itu sekitar 1 harusnya di bawah 1,1.
"Kalau angkanya 1 artinya kalau ada 100 orang kena dia bisa nularin 100 orang. Kalau dibawah 1,1 jadi menurun misalnya 0,9 jadi orang kena menurun dari 100 jadi 90 bahkan 80 orang lama-lama habis. Lalu, mulai ada pelonggaran karena ada kegiatan sosial dan ekonomi," kata dia.
Ia mengaku tidak pernah pakai istilah new normal. Banyak pihak yang memakai kata tersebut. Namun, ia hanya bilang kalau masyarakat memasuki kebiasaan baru dengan memakai masker dan cuci tangan.
"Kami tidak pernah pakai kata new normal ya. Kami hanya bilang masyarakat akan memiliki kebiasaan baru," kata dia.
Lalu, ia melanjutkan pada 7 Juni 2020 terdapat lonjakan kasus Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan maka Pemprov DKI menarik rem darurat dan pengetatan kembali. Jadi, yang terjadi ini, kata dia, sampai akhir Agustus ia menyebut DKI Jakarta sudah melewati puncaknya.
"7000 kasus aktif dalam waktu 12 hari. Itu angkanya naik sampai 48 persen. Bulan September itu lonjakan grafiknya sampai lurus. Itu belum pernah kami alami. Bulan Maret tidak pernah. Awal September naik terus," kata dia.
Ia menambahkan kalau tidak melakukan PSBB kembali, kasus Covid-19 akan semakin naik dan yang terpapar juga akan semakin banyak. "Makanya kami melakukan pengetatan PSBB kembali," kata dia.
Lalu, saat ini sanksi tidak memakai masker di masyarakat masih diterapkan dengan dikenakan denda sebesar Rp 250 ribu. Jumlah uang dari denda masker terkumpul RP 3,4 miliar.
“Itu kan diawasi saat di luar tapi kami kesulitan masyarakat yang kegiatannya di dalam. Misalnya rapat di gedung apa, terus dia lupa dan ngobrol sama temannya dengan tidak memakai masker,” kata dia.
Tidak hanya itu, jika masyarakat tidak tertib Rumah Sakit (RS) di DKI Jakarta akan penuh dan kehabisan tempat tidur. RS DKI Jakarta semua yang terpakai ada 75 sampai 80 persen. Kalau RS Wisma Atlet hanya untuk pasien Covid-19 tanpa gejala dan perawatan isolasi mandiri. Kalau sudah yang berat kan ke RS rujukan untuk ditangani.
“Testing di pinggir jalan lima kali lipat yang distandarkan WHO supaya kami bisa deteksi orang lebih awal. Dia punya komorbid. Dia bisa melakukan perawatan lebih awal.Di DKI Jakarta ini kasusnya banyak persentase kematian di DKI Jakarta ada 2,5 persen,” kata dia.
Anies berharap PSBB kali ini angka kasus Covid-19 menurun karena kemarin lompatan kasusnya melonjak tinggi. Semakin banyak di rumah akan semakin kecil penularannya. Kalaupun harus keluar rumah jangan lupa mencuci tangan. Yang terpapar virus Covid-19 rata-rata usia 19 sampai 30 tahun.
“Makin banyak di rumah makin turun penularan. Fakultas Kesehatan UI mengukur jumlah masyarakat yang meninggalkan rumah memakai telepon seluler. Mereka ukur dengan jarak 200 meter. Di DKI Jakarta 600 persen tidak bepergian. Ada alat pendeteksinya jadi kami bisa cek semua telepon seluler kalau mereka keluar rumah atau tidak. Ya saya harap masyarakat tidak pergi keluar rumah jika tidak penting kegiatannya,” kata dia.