REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) menyebutkan, pada 2021, pemerintah tidak hanya akan mendorong ekonomi melalui mempertahankan belanja konsumsi pemerintah dan rumah tangga. Tahun depan, pemerintah juga mulai melakukan ‘serangan’ dengan menggaet investasi sebanyak mungkin untuk mempercepat pemulihan ekonomi.
Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan, investasi menjadi komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) yang diharapkan bisa tumbuh positif untuk membantu mengungkit perekonomian tahun depan. Sebab, kontribusinya mencapai 33 persen.
"Tahun 2020 kita sudah bertahan. 2021 bertahan, tapi juga harus ‘menyerang’ dengan investasi harus naik," tutur Febrio dalam konferensi pers virtual, Jumat (25/9).
Pada kuartal kedua, realisasi investasi tercatat mengalami kontraksi 4,3 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, menjadi Rp 191,9 triliun. Nilai ini juga turun 8,9 persen dibandingkan kuartal pertama 2020.
Sepanjang 2020, Kemenkeu memproyeksikan, investasi juga masih dalam posisi berat. Pertumbuhannya diperkirakan berada dalam zona negatif, yaitu minus 5,6 persen sampai minus 4,4 persen.
Febrio mengatakan, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menggenjot investasi. Salah satunya, melakukan finalisasi Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilainya akan memudahkan investasi untuk masuk ke Indonesia.
"Intinya, dari Omnibus Law itu adalah memastikan Ease of Doing Business (EoDB) kita mmebaik," katanya.
Upaya lain yang dilakukan, menyempurnakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam dan tempat lain untuk menampung potensi investasi tahun depan. Paket kebijakan seperti insentif tax holiday juga disiapkan.
Febrio menjelaskan, pembahasan Omnibus Law dan EoDB tetap harus berlangsung meskipun di tengah pandemi Covid-19. Diskusi ini bertujuan agar ketika Covid-19 sudah mereda, Indonesia bisa langsung menampung investasi baru.
"Karena Covid-19 pasti berakhir, tapi belum tahu kapan. Harapannya, tahun depan, dan kita bisa menerima investasi," ucapnya.
Peluang investasi semakin tinggi mengingat adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang menyebabkan banyak perusahaan harus realokasi dari China. Febrio mencatat, tahun lalu, hanya satu perusahaan yang pindah ke Indonesia. Jumlah ini diharapkan bisa tumbuh, terutama pada tahun depan, ketika pembahasan Omnibus Law sudah rampung.
Febrio mengatakan, dorongan terhadap investasi tidak semata bertujuan mengakselerasi pemulihan ekonomi. Kedatangan investasi, terutama dari asing, diharapkan mampu menekan tingkat pengangguran mengingat dampaknya yang besar terhadap penciptaan lapangan pekerjaan.