Rabu 30 Sep 2020 15:58 WIB

RSPO: Pemerintah dan Swasta Antisipasi Kebakaran Hutan

Kunci pengelolaan hutan dan kebun sawit terletak pada kerjasama pemangku keepentingan

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
Petugas gabungan dari BPBD Ogan Ilir (OI) dan TNI memanggul peralatan pemadam saat melakukan pemadaman kebakaran lahan gambut yang berada di perkebunan sawit di Desa Parit, Indralaya Utara, Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan, Jumat (20/7).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Petugas gabungan dari BPBD Ogan Ilir (OI) dan TNI memanggul peralatan pemadam saat melakukan pemadaman kebakaran lahan gambut yang berada di perkebunan sawit di Desa Parit, Indralaya Utara, Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan, Jumat (20/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah bersama swasta diminta berkolaborsi lebih erat dalam antisipasi kejadian kebakaran hutan. Di tengah kondisi pandemi virus corona yang membuat pergerakan terbatas, pengendalian tidak boleh dikurangi dan perlu ada monitoring yang lebih ketat.

Pejabat sementara Chief Executive Officer Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Bakhtiar Talla, mengatakan, RSPO sudah berdiri sejak 2004 untuk mempromosikan penggunaan minyak sawit yang berkelanjutan dari sisi lingkungan. Pasalnya, semakin banyak komunitas masyarakat dan buruh yang saat ini mencari penghidupan lewat komoditas sawit.

"Wabah Covid-19 masih berlangsung tapi kita tetap harus menggunakan waktu yang ada untuk mengimplementasikan solusi-solusi jangka panjang perkebunan yang berkelanjutan," kata Bakhtiar dalam webinar RSPO, Rabu (30/9).

Ia mengatakan, kunci dari pengelolaan hutan dan perkebunan kelapa sawit yang ada di dalamnya dengan memperkuat kerja sama antar pemangku kepentingan. Edukasi terkait bahaya kebakaran hutan tentunya harus terus dilakukan, namun dibutuhkan langkah yang lebih kuat agar memberikan hasil yang lebih bermanfaat.

Group Head of Sustainibility IOI Corporation, Surina Ismail, mengatakan, Covid-19 sudah berdampak pada kegiatan perkebunan. Baik di Indonesia, Malaysia, maupun negara lain yang menjadi produsen kelapa sawit.

Di sisi lain, musim kemarau yang masih berlangsung menjadi ancaman terhadap kebakaran hutan dan lahan yang kerap terulang setiap tahunnya. Ia mengakui, mengontrol kebakaran sangat tidak mudah. Namun, itu harus diatasi dengan sistem manajemen dan mitigasi yang kuat. "Harus ada implementasi monitoring yang ketat. Melihat titik panas, dan mengawasi kepatuhan perusahaan terhadap regulasi peemrintah. Ini harus kita siapkan," kata dia.

Surina mengatakan, kebakaran hutan sudah menjadi momok sejak tahun 1980an yang di mana kegiatan perkebunan kelapa sawit juga semakin masif. Pembalakan liar maupun pembakaran hutan untuk membuka lahan baru oleh oknum bukan jalan yang tepat.

Ia pun menyinggung kerap kali sumber kebakaran bukan berasal dari perkebunan yang dikelola perusahaan. Namun, alhasil api menyebar dan ikut menghanguskan kawasan perkebunan produktif dan itu memberikan kerugian. Karena itu, ia meminta agar setiap negara produsen mengambil langkah inovatif demi sektor kelapa sawit yang lebih ramah lingkungan.

Global Palm Oil Lead WWF, Michael Guindon, mengatakan, isu perubahan iklim kerap beririsan dengan kasus kebakaran hutan. Setiap negara produsen sawit tentu punya cara masing-masing dalam mengatasi kebakaran. Oleh sebab itu, semestinya antar negara bisa saling bertukar informasi agar pengendalian kebakaran dapat dijalankan dengan lebih komprehensif.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement