REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) meminta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 ditunda. Sebab, berkaca pada pemilihan-pemilihan sebelumnya, Indonesia belum memiliki sistem kegawatdaruratan, apalagi kali ini, pilkada digelar dalam kondisi pandemi Covid-19.
"MER-C merekomendasikan tunda dulu lah sebentar ini, pilkada ini, sambil mempersiapkan sistem rujukan kegawatdaruratan pada penyelenggaraan pilkada," ujar Presidium MER-C dokter Yogi Prabowo dalam konferensi pers daring, Rabu (30/9).
Ia mengatakan, jumlah dokter di Indonesia tak akan cukup memantau setiap tempat pemungutan suara (TPS) yang jumlahnya diperkirakan sekitar 250 ribu lebih di 270 daerah. Dengan demikian, sebaiknya sistem rujukan atau sistem penanggulangan kegawatdaruratan dibuat untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tidak dilakukannya sistem tersebut dengan baik terbukti membuat petugas Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 wafat saat proses demokrasi masih berlangsung. Menurut Yogi, perisitiwa gugurnya para penyelenggara pemilu menjadi catatan hitam dan pembelajaran untuk pelaksanaan Pilkada 2020 yang digelar di tengah pandemi Covid-19.
Ia mengatakan, sistem penanggulangan kegawatdaruratan yang baik adalah ketika seseorang mengalami sakit, harus di bawa ke rumah sakit yang tepat dan dipastikan ketersediaan fasilitas dan alat medis sesuai penyakitnya. Ia menyebut, sistem itu tidak dilihat dalam pilkada ini, saat risiko Covid-19 juga mengancam petugas maupun masyarakat.
"Kalau dibawa ke puskesmas, dibawa ke rumah sakit kecamatan belum tentu dia selamat. Jadi tentu itu yang namanya melakukan triase, jadi kasusnya apa, dirujuknya ke rumah sakit yang tepat, yang mempunyai fasilitas yang tepat," kata Yogi.
Presidium MER-C dokter Arief Rachman menambahkan, risiko penularan Covid-19 semakin tinggi saat terjadinya pengabaian protokol kesehatan saat pilkada. Jangan sampai masyarakat tertular akibat kegiatan pilkada dan justru gelaran pilkada menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.
"Kita sudah melihat akhir-akhir ini banyak terjadi pengumpulan massa baik dalam aktivitas, konser misalnya jelang pilkada, baik dalam hal pemaparan pendapat, itu juga potensi untuk terjadinya penularan," kata Arief.
Ia melanjutkan, protokol kesehatan yang paling dasar seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan harus diterapkan dalam seluruh kegiatan pilkada. Protokol kesehatan tidak semata-mata hanya dipatuhi saat pemungutan suara pada 9 Desember 2020 saja.
"Jadi bahaya yang kita hadapi sebenarnya sama Covid plus dengan bahaya yang kemarin sudah kita ketahui terjadi pada petugas yaitu risiko adanya serangan jantung, risiko serangan kardiovaskular lainnya seperti stroke, dan sebagainya, dan itu semakin menambah beban maupun potensi mortalitas bagi petugas-petugas yang sedang bekerja," tutur Arief.