REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT -- Emir baru Kuwait Syeikh Nawaf al-Ahmad al-Sabah mengeluarkan pernyataan bahwa negaranya akan tetap setia pada perjuangan Palestina. Hal ini dia sampaikan dalam percakapan telepon dengan kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh sebagaimana dilansir di Mehr News, Kamis (1/10).
Haniyeh menyampaikan belasungkawa atas kematian almarhum Emir Syeikh Sabah Al-Ahmad Al-Jaber Al-Sabah, memuji sikap mendiang Emir dalam mendukung perjuangan Palestina. Di sisi lain, Emir Kuwait Syeikh Nawaf menekankan untuk tetap setia pada warisan almarhum Emir Sabah tentang Palestina.
Emir Sabah al-Ahmad al-Jaber al-Sabah yang berusia 91 tahun dari Kuwait meninggal dunia pada Selasa kemarin di sebuah rumah sakit di Amerika Serikat. Al-Sabah memerintah negara itu selama 14 tahun, di mana dia menjadi mediator di wilayah yang penuh dengan konflik politik.
Sejak Januari 2006, kepemimpinan al-Sabah di Kuwait menghasilkan diplomasi yang seimbang dan rasional di kawasan tersebut, khususnya selama krisis Teluk. Pada 2014, PBB mengakui peran utama emir dalam kemanusiaan. Al-Sabah aktif di bidang amal, dukungan kemanusiaan, dan pertolongan di berbagai belahan dunia.
Pada 1954, dia diangkat sebagai anggota Komite Eksekutif Tertinggi. Saat itu, dia belum genap berusia 25 tahun. Kemudian, pada 1961, al-Sabah diangkat sebagai anggota Dewan Tertinggi, di mana dia memegang beberapa jabatan menteri hingga wakil perdana menteri.
Dia juga ditunjuk sebagai ketua delegasi Kuwait untuk PBB dan Liga Arab sebelum menjadi menteri luar negeri dari 1963 hingga 1991. Pada Juli 2003, dia menjabat sebagai perdana menteri sebelum akhirnya diangkat menjadi Emir Kuwait pada Januari 2006.
Menurut para ahli dan pengamat, mendiang Emir mempertahankan kebijakan yang tidak bias dan mendukung inisiatif kemanusiaan dalam menyelesaikan krisis di Yaman, Suriah, Irak, Libya dan Palestina. Emir juga aktif membantu umat Islam di banyak wilayah di dunia, terutama Muslim Rohingya di Myanmar.