REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) berupaya meneruskan pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) The Mandalika di Lombok, NTB. Hal ini sejalan percepatan proses pembebasan lahan enclave melalui jalur penitipan uang ganti rugi atau konsinyasi.
Direktur Konstruksi dan Operasi ITDC Ngurah Wirawan mengatakan, saat ini proses pembebasan lahan telah memasuki tahapan konsinyasi di Pengadilan Negeri Praya. Hal ini mengingat pemilik lahan tidak sepakat dengan nilai hasil appraisal.
Proses konsinyasi telah sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2012. Pada tahap pertama, telah didaftarkan dan disetorkan oleh pihak ITDC ke PN Praya untuk dikonsinyasi kepada sembilan orang pemilik lahan enclave untuk tanah seluas 16.992 meter persegi dengan total dana sekitar Rp 16,9 miliar pada 11 September lalu.
Lahan enclave adalah lahan yang terletak di dalam deliniasi KEK Mandalika tapi belum pernah dibebaskan oleh ITDC atau LTDC sebelumnya dan tidak tumpang tindih dengan HPL ITDC. Saat ini total lahan enclave seluas sekitar 9,51 hektare (31 bidang) yang dalam proses pembebasan.
"ITDC telah menawarkan sejumlah skema pembebasan lahan kepada pemilik lahan enclave, antara lain pemberian ganti untung dan tukar guling," kata Wirawan.
Nilai ganti untung maupun tukar guling adalah sesuai hasil appraisal yang telah ditentukan oleh penilai independen.
Di luar lahan enclave, seluruh lahan yang masuk HPL ITDC telah berstatus clean and clear berdasarkan hasil verifikasi oleh Tim Terpadu yang dibentuk berdasarkan SK Gubernur NTB serta telah mendapat putusan hukum tetap dari Pengadilan. Adapun status lahan enclave berbeda dengan lahan yang diklaim kepemilikannya oleh warga.
"Untuk lahan enclave, ITDC mengakui dasar kepemilikan lahan enclave oleh pemilik. Oleh karena itu, saat ini tengah dilakukan proses pembebasan lahan," kata dia.
Sedangkan lahan yang diklaim adalah lahan yang diklaim kepemilikannya atau dikuasai oleh warga masyarakat tapi lahan tersebut berada di dalam HPL ITDC (tumpang tindih). Dalam hal ini warga tidak memiliki bukti-bukti kepemilikan hak atas tanah sesuai ketentuan UU Pokok Agraria.
"Penyelesaian lahan klaim ini hanya dapat dilakukan melalui jalur hukum yaitu warga yang mengklaim menggugat ke pengadilan," ucapnya.
Wirawan menyebut proses pembebasan lahan enclave diupayakan di tengah situasi pandemi ini. Perseroan optimis melalui konsinyasi maka proses akan selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama.