REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) menyayangkan munculnya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik. Adanya Permenkes ini dinilai bisa memunculkan efek yang tidak baik, termasuk menurunnya kualitas pelayanan.
Ketua MKKI David S Perdanakusuma menyayangkan munculnya Permenkes ini di tengah situasi pandemi ini saat semua tenaga medis dan masyarakat sedang berjuang melawan Covid. "Tak hanya dalam situasi yang tidak tepat, namun Peraturan Menkes ini juga akan memberikan dampak yang tidak baik pada berbagai hal," katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (6/10).
Ia mengkhawatirkan, Permenkes ini bisa menimbulkan kekacauan dalam pelayanan kesehatan yang dampaknya pada masyarakat luas berupa keterlambatan dan menurunnya kualitas pelayanan. Hal ini tentunya dapat mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan kematian pasien termasuk kematian ibu dan anak karena USG oleh dokter kebidanan tidak bisa lagi, penilaian pembuluh darah jantung untuk pasien penyempitan pembuluh darah tidak bisa lagi dilakukan oleh dokter jantung, bahkan tindakan USG dasar oleh dokter umum menjadi tidak bisa lagi bila tidak mendapat kewenangan dari Kolegium radiologi.
Selain itu, ia menyebut Permenkes ini juga mengganggu layanan sekurang-kurangnya 16 bidang medis pada masyarakat. Dalam hal ini, dia melanjutkan, masyarakat yang paling akan merasakan dampak dari Permenkes ini karena layanan yang semestinya dijalankan oleh 25 ribu dokter spesialis dari 15 bidang medis dan juga dokter umum ini kini hanya akan dilayani oleh sekitar 1.578 radiolog.
"Dampak ini juga akan berkelanjutan pada pendidikan kedokteran baik spesialis maupun dokter, di mana akan ada perubahan dari standar pendidikan yang berlaku saat ini. Sementara itu akan diperlukan perubahan pula pada standar pendidikan radiologi terkait dengan pelayanan klinik yang meliputi diagnostik dan terapi," katanya.
Kompetensi setiap bidang ditentukan oleh masing masing kolegium. Kompetensi dokter diatur oleh kolegium dan KKI bukan oleh peraturan menteri. Pihaknya memperkirakan setidaknya 8.935 peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) akan terdampak.
"Terbitnya PMK ini memang berpotensi gesekan antar sejawat dokter. Padahal dalam situasi pandemi harus saling mendukung," ujarnya.
Karena kita tidak tahu pandemi ini sampai kapan, ia meminta seluruh komunitas kesehatan harus saling support, termasuk dukungan penuh pemerintah dan masyarakat