Kamis 08 Oct 2020 10:14 WIB

Legislator: Ironis, Naskah RUU Ciptaker tak Dibagikan

Rapat Paripurna pengesahan RUU Ciptaker pada Senin (5/10) lalu cacat prosedur.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Didi Irawadi Syamsudin
Foto: Republika / Tahta Aidilla
Didi Irawadi Syamsudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi mengungkapkan, kejadian yang dinilainya membuat Rapat Paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) pada Senin (5/10) lalu cacat prosedur. Dia menyebut, naskah RUU Cipta Kerja tak dibagikan secara fisik maupun virtual pada para anggota.

"Sudah tiga periode saya jadi anggota DPR RI, baru kali ini saya punya pengalaman yang tidak terduga. Pimpinan DPR telah mengesahkan RUU yang sesat dan cacat prosedur," ujar Didi melalui pernyataannya saat dikonfirmasi pada Kamis (8/10).

"Tidak ada selembar pun naskah RUU terkait Ciptaker yang dibagikan saat rapat paripurna tanggal 5 Oktober 2020 tersebut," kata Politikus Demokrat itu menambahkan.

Menurut Didi, seharusnya sebelum palu keputusan diketok, naskah RUU Ciptaker sudah bisa dilihat dan dibaca oleh seluruh anggota dewan. Mereka yang hadir secara fisik maupun virtual harus mendapatkan naskah resmi yang diketok.

"Sebagai perbandingan, jangankan RUU Ciptaker yang sangat penting ini. Bahan-bahan untuk rapat tingkat komisi & badan saja kami bisa mendapatkannya beberapa hari sebelumnya," kata dia.

Dia pun mempertanyakan, mengapa justru naskah RUU Omnibus Law Ciptaker yang berdampak luas pada kehidupan kaum buruh, UMKM, lingkungan hidup dan lain-lain tidak tampak naskah  sama sekali. "Sungguh ironis RUU Ciptaker yang begitu sangat penting. Tidak selembar pun ada di meja kami," katanya. 

Didi juga mengkritik sikap pimpinan sidang yang tak lain adalah pimpinan DPR. Mestinya, kata dia, pimpinan DPR memastikan dulu bahwa naskah RUU itu sudah ada di tangan seluruh anggota DPR, baik secara fisik maupun virtual. 

Dia mengingatkan, dalam forum rapat tertinggi paripurna, setiap anggota dewan hadir mewakili daerah pemilihannya, mewakili suara yang memilihnya. Sehingga, mereka harus tahu betul undang-undang yang bakal berpengaruh untuk rakyat. 

Di samping itu, Didi juga mengungkapkan kejanggalan lain terkait rapat paripurna. Hal janggal yang dimaksud, yakni undangan rapat diberitahu hanya beberapa jam sebelum paripurna.

"Inilah undangan rapat yang telah memecahkan rekor undangan secepat kilat. Ada apa gerangan ini? Sungguh tidak etis untuk sebuah RUU sepenting dan krusial ini," kata dia. 

Padahal, awalnya sudah dijadwalkan sebelumnya bahwa Pengesahan RUU Cipta Kerja dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2020 mendatang. Namun, tiba-tiba menjadi 5 Oktober, yang menurutnya, tanpa informasi yang cukup dan memadai. "Rapat itu menjadi rapat yang dadakan, tergesa-gesa dan dipaksakan," ujarnya. 

Didi pun menambahkan, alasan pimpinan DPR mempercepat paripurna menjadi 5 Oktober karena adanya sejumlah anggota dewan yang terpapar Covid-19 tak masuk akal. Mestinya, kata dia, pembahasan RUU sepenting RUU Ciptaker harus ditunda dahulu menunggu keadaan kondusif. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement