REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Berbagai bantuan dan program pemulihan Covid-19 di Amerika Serikat (AS) telah menyebabkan negara tersebut mengalami defisit anggaran hingga 3,1 triliun dolar AS atau setara Rp 45 ribu triliun. Defisit tersebut membengkak hingga tiga kali lipat dibanding tahun lalu.
Dilansir AP News, Kantor Anggaran Kongres (CBO) mengatakan defisit tersebut setara dengan 15 persen dari ekonomi AS. Ini merupakan yang terbesar sejak pemerintah AS melakukan pinjaman besar-besaran untuk membiayai Perang Dunia II.
Pemerintah menghabiskan 6,6 triliun dolar AS pada tahun lalu dan meminjam 48 sen dari setiap dolar AS yang digunakan. Adapun pengeluaran yang meningkat hingga 47 persen dialokasikan untuk program Perlindungan Gaji bisnis kecil sebesar 578 miliar dolar AS. Sedangkan pengeluaran untuk tunjangan pengangguran enam bulan terakhir mencapai 443 miliar dolar AS.
Pengeluaran yang masif ini tidak jauh berbeda dengan perkiraan sebelumnya. Meski demikian, angka tersebut dinilai masih mencengangkan. Di masa pemerintahan Barrack Obama, defisit terbesar hanya mencapai 1,4 triliun dolar AS. Saat itu, AS juga dihantam resesi hebat pada 2009.
Sementara itu, pendapatan negara mengalami penurunan sebesar 44 miliar dolar AS menjadi 3,4 triliun. Hal ini sejalan dengan penerimaan pajak penghasilan yang juga turun hampir 16 persen karena tingkat pengangguran melonjak. Pajak penghasilan perusahaan juga turun sebesar 21 persen.
Pada Agustus lalu, CBO mengeluarkan proyeksi 10 tahun mendatang yang memperkirakan defisit akan turun menjadi 1,8 triliun dolar AS. Terhitung tahun anggaran 2021 yang dimulai 1 Oktober, total defisit akan mencapai 13 triliun dolar AS selama dekade mendatang.