REPUBLIKA.CO.ID, Dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin, Imam Abu Hamid Al-Ghazali, menjelaskan jenjang-jenjang (maqamat) yang mesti dilalui seorang murid agar dapat menjadi sufi. Berikut ini enam dari 10 tahapan tersebut seperti dirangkum dalam Ensiklopedi Islam.
Pertama, tobat. Pertobatan yang ideal mencakup tiga hal sekaligus, yakni ilmu, sikap, dan tindakan. Ilmu berarti mengetahui bahaya dosa besar. Dari pengetahuan itu, seseorang akan menyikapinya dengan kesedihan dan penyesalan. Hal itu diterjemahkan ke dalam tindakan, yaitu berjanji pada diri sendiri agar tak mengulangi kesalahan yang sama.
Kedua, sabar. Artinya, daya dalam diri seseorang untuk berbuat baik sudah mampu mengalahkan daya untuk berbuat jahat. Ini memerlukan latihan. Imam Ghazali menyarankan beberapa hal yang dapat dirutinkan.
Misalnya, mengurangi syahwat perut. Sebab, keadaan kenyang membuat orang cenderung mudah alpa, daripada orang yang lapar. Kemudian, memelihara pandangan mata agar terjaga dari hal-hal yang syubhat apalagi haram.Dalam hal ini, sangat dianjurkan untuk menjauhi hingar-bingar keramaian meski tak berarti asosial.
Ketiga, fakir. Jenjang ini tak berarti membuat seseorang sengsara. Sebab, makna sesungguhnya adalah, seseorang berupaya menghindarkan diri dari hal-hal yang penuh keraguan (syubhat) meskipun orang itu mampu melakukannya. Pada titik ini, perlu untuk mempertajam sikap hati-hati (wara').
Keempat, zuhud. Tingkat tertinggi zuhud ialah cinta kepada Allah SWT. Level ini hanya dapat dicapai dengan selalu menyibukkan diri dengan zikrullah, mengingat Allah.Oleh karena zuhud bertingkattingkat, maka seseorang hendaknya meniti dari bawah, yakni dengan berupaya meninggalkan semua kesenangan duniawi.
Kelima, tawakal. Menurut Imam Ghazali, tawakal lahir dari keyakinan yang teguh bahwa Allah SWT Mahakuasa. Sudah seharusnya insan berserah diri hanya kepadaNya. Dalam penyerahan diri ini, seorang salik merasakan dirinya sendiri tak ada lagi.
Keenam dan yang terakhir ialah makrifat. Inilah level di mana hijab sudah disibakkan bagi seseorang, sehingga dirinya mengetahui rahasia Allah. Pengetahuan yang diperoleh melalui jalan makrifat, bagi Imam Ghazali, lebih bermutu daripada yang jalan biasa (kognitif semata). Sebab, makrifat menimbulkan rasa cinta yang kuat (mahabbah) dari diri kepada Sang Maha Pencinta, Allah SWT.
Kesepuluh tahapan itu dijabarkannya dalam Ihya Ulumuddin jilid III dan IV. Tentunya, tak semua orang dapat menempuh seluruh jenjang itu. Imam Ghazali memandang, manusia umumnya dipilah menjadi dua, yakni kalangan awam dan mendalam (khawas).
Yang pertama itu berpikir secara sederhana, cenderung menangkap ihwal yang tersurat saja. Terhadap mereka, dia menyarankan agar pendekatan nasihat-nasihat dipakai. Adapun golongan khawasintuisinya peka terhadap hal-hal yang tersirat. Orang yang demikian itu dapat didekati dengan penjelasan-penjelasan hikmah.