Jumat 16 Oct 2020 09:16 WIB

Lonjakan Kasus Covid-19 di Swedia Bukan Tanda Gelombang Dua

Menurut epidemiolog lonjakan kasus Covid-19 bukan berarti ada gelombang kedua

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Warga berada di depan pintu masuk taman kota Tradgardsforeningen di Gothenburg, Swedia. Swedia terapkan penjarakan sosial yang diikuti kepatuhan warganya demi perangi corona. Ilustrasi.
Foto: Adam Ihse/EPA
Warga berada di depan pintu masuk taman kota Tradgardsforeningen di Gothenburg, Swedia. Swedia terapkan penjarakan sosial yang diikuti kepatuhan warganya demi perangi corona. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM - Swedia melaporkan 1.075 kasus baru Covid-19 pada Kamis (15/10). Namun ahli epidemiologi utama negara itu mengatakan lonjakan kasus baru akhir-akhir ini bukan merupakan sinyal dari gelombang kedua.

Swedia, yang menghindari karantina dan membiarkan mayoritas sekolah, restoran, dan usaha tetap buka di tengah pandemi, menghadapi jumlah kasus baru yang cenderung lebih tinggi sejak awal September. Banyak negara Eropa memberlakukan kembali pembatasan Covid-19 usai terjadi lonjakan transmisi.

Baca Juga

Ahli epidemiologi Anders Tegnell mengatakan negara seperti Belanda, Prancis, dan Spanyol mengalami gelombang kedua, tapi berbeda halnya dengan Swedia. "(Gelombang kedua) Itu akan membutuhkan penyebaran yang cukup substansial di sebagian besar masyarakat, yang sama sekali tidak kita lihat di Swedia," katanya kepada awak media.

Namun menurutnya, lonjakan baru-baru ini perlu ditanggapi dengan "sangat serius". Total kasus baru yang dilaporkan oleh Lembaga Kesehatan pada Kamis mencakup jumlah kasus yang tidak disertai data hitungan hari sebelumnya.

Swedia pada Kamis mengonfirmasi tiga kematian baru Covid-19 sehingga totalnya menjadi 5.910 kematian. Secara populasi keseluruhan, angka tersebut berkali lipat lebih tinggi dari negara-negara tetangga Nordik tapi lebih rendah dibanding negara seperti Spanyol, Italia, dan Inggris yang memberlakukan karantina wilayah Covid-19.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement