REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Budaya literasi di Indonesia masih relatif rendah. Menurut data UNESCO tahun 2012, indeks baca orang Indonesia hanya 0,01% atau 0,001. Artinya, dalam 1.000 orang hanya 1 orang yang punya minat baca buku.
Data lainnya menunjukkan, minat baca orang Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara (Study Most Littered Nation in The world Connecticut State University 2016).
Rendahnya minat baca itu juga berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut data United Nations Development Program (UNDP), IPM Indonesia hanya 14,6%, jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia (28%) dan Singapura (33%).
Karena itu, siapapun yang mencoba berkontribusi untuk mendorong literasi, patut diapresiasi. Salah satunya adalah Yayasan Gemar Membaca Indonesia (Yagemi), yang merupakan sebuah yayasan beranggotakan penerbit buku nasional.
Ketua Yagemi Firdaus Oemar menyatakan, pihaknya siap mendukung pemerintah dalam memajukan dunia literasi di Tanah Air.
“Sesuai dengan visinya, Yagemi siap bersinergi dengan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sinergi itu antara lain mendorong dunia literasi di Indonesia,” kata Firdaus melalui rilis, Kamis (15/10).
Ia menambahkan, yang menjadi persoalan dalam dunia literasi (membaca, menulis dan menyimak, Red) Indonesia adalah, kurangnya pemerataan buku. “Faktor inilah yg menyebabkan rendahnya minat dan budaya baca masyarakat,” ujar Fairdaus yang pernah menjabat sebagai ketua umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi).
Fairdaus mengemukakan, Yagemi aktif mendorong literasi melalui program buku masuk rumah secara bergiliran yang dinamakan Pustaka Bergilir Buku Masuk Rumah (PB-BMR).
Firdaus menjelaskan, Pustaka Bergilir Buku Masuk Rumah (PB-BMR) adalah sistem penyediaan dan pengantaran buku bacaan ke rumah-rumah yang sesuai untuk keluarga Indonesia. Buku diantarkan secara bergilir ke rumah-rumah setiap 15 hari oleh petugas.
“Dengan sistem ini, dengan paket 1.000 buku untuk 1.000 orang, dalam setahun setiap keluarga di dalam rumah akan dapat membaca buku sebanyak 24 judul. Proses ini akan mempercepat program penguatan kemampuan literasi masyarakat desa sebagaimana yang diprogramkan pemerintah. Ini merupakan strategi jangka panjang agar kehidupan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik,” kata Firdaus yang juga pernah menjabat sebagai ketua umum Gabungan Toko Buku Indonesia Pusat (GATBI) dan penasehat Persatuan Perusahaa Grafika Indonesia (PGGI).
Firdaus mengungkapkan, Yagemi menyiapkan sistem yang telah diuji coba sejak beberapa tahun yang lalu. Tiap paket buku yang dikrim secara bergilir ke rumah-rumah terdiri dari bacaan anak-anak, remaja, dan bacaan untuk orang tua.
Ia menjelaskan, salah satu keunggulan sistem Pustaka Bergilir Buku Masuk Rumah adalah buku bacaan yang sesuai dengan kebutuhan keluarga (bapak, ibu, anak remaja, anak belia, anak usia dini). “Konten-konten bacaan diutamakan yang berkaitan dengan kehidupan, kesehatan, kewirausahaan, pendidikan, keagamaan, dan buku-buku praktis lainnya. Sehingga, timbul atmosfir membaca dalam keluarga dan terbentuknya pondasi literasi dalam keluarga,” tutur peraih Aungerah Tokoh Perbukuan ASEAN tahun 2016 itu dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Hal ini, kata dia, sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI tentang Pengembangan Kapasitas Masyarakat Desa berkaitan dengan Literasi Desa. Kegiatan ini wajib dilakukan melalui kegiatan swakekola oleh desa secara partisipatif dengan mendayagunakan keuangan desa.
Ia menjelaskan, program ini telah mengalami serangkaian proses dari pengembangan dan uji coba langsung melalui program Gerakan Nagari Membaca di Nagari Paninjauan, Kabupaten Solok, Sumatera Barat tahun 2014-2015 dan percontohan di Nagari Saoklaweh tahun 2016-2018 dengan jumlah rumah 950 rumah, 4.233 jiwa, dan mencakup 4.750 buah buku.
Diakui oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Yagemi, Afrizal Sinaro, pada awalnya tidak mudah mengajak masayarakat untuk membaca. “Awalnya buku-buku yang dipinjamkan tidak dibaca sama sekali oleh warga. Meski begitu lamban, ketertarikan warga membaca buku berangsur-angsur pulih. Hal itu dimulai dari anak-anak yang membaca buku bergambar. Kemudian berangsur-angsur orang tua pun tertarik dan mulai membaca buku,” ujarnya.
Hingga akhirnya, program tersebut mendapat pengakuan secara nasional. “Terbukti, desa percontohan ini meraih juara 1 tingkat nasional pada Lomba Perpustakaan Umum Terbaik (Desa/Kelurahan) tahun 2018. Sistem ini juga sudah tercatat sebagai Hak Cipta PB-BMR, yang ditetapkan melalui Surat Hak Cipta dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,” tuturnya.
Berdasarkan uji coba tersebut, keunggulan sitem ini antara lain adalah setiap orang dalam rumah (bapak, ibu, dan tiga orang anak) dapat membaca paling sedikit 24 judul buku bacaan. Hal ini menguatkan pondasi literasi sejak dini dalam keluarga.
“Oleh karena ini bersifat masal, maka harga buku menjadi murah sehingga meringankan beban belanja negara, dan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat,” papar Afrizal.
Ia mengungkapkan, program Pustaka Bergilir Buku Masuk Rumah mendapatkan sambutan luar biasa dari beberapa kepala daerah, termasuk Gubernur H. Irwan Prayitno. “Malah gubernur sudah membuat edaran agar walinagari di provinsi ini dapat melaksanakan program ini,” kata Afrizal Sinaro.