Senin 19 Oct 2020 15:01 WIB

5 Pertimbangan IPB Sebelum Buka Kuliah Tatap Muka

IPB akan membuka kuliah tatap muka jika semua pihak dinilai sudah siap.

Red: Dwi Murdaningsih
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Foto: IPB
Institut Pertanian Bogor (IPB).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Sistem Informasi IPB University Dodik R Nurrochmat banyak hal yang dipertimbangkan untuk memulai perkuliahan tatap muka yang mengadaptasi kebiasaan baru. Dia mengatakan, IPB telah melakukan semua aspek mulai dari pencegahan gawat darurat mahasiswa, kemudian kapan mahasiswa mulai bisa beraktivitas.

Dodik mengatakan, ada dua dari lima parameter utama yang digunakan IPB University untuk mengukur kesiapan pembukaan kampus. Dua hal itu adalah asal mahasiswa dan situasi infeksi di lokasi kampus. Tiga parameter lainnya yaitu keadaan dosen, pola hidup mahasiswa dan kesiapan kampus, dinilai sudah siap bila perkuliahan tatap muka diberlakukan kembali.

Baca Juga

Ketika perkuliahan tatap muka diberlakukan kembali, Dodik mengatakan ada lima hal yang harus dipertimbangkan. Pertama, status infeksi asal daerah mahasiswa.

Kedua, pola hidup mahasiswa yang sulit menerapkan tindakan pencegahan. Ketiga, sumber daya kampus yang kurang memadai untuk menerapkan perkuliahan aman.

Keempat, dosen dan tenaga kependidikan yang masuk kategori berisiko tinggi. Kelima, kasus baru dari daerah luar yang terbawa mahasiswa ke lokasi kampus.

"Saat ini ada sekitar 1.000 mahasiswa IPS University yang masuk bermukim di indekos atau asrama kampus. Yang lainnya, sekitar 26 ribu mahasiswa, sudah pulang ke daerah atau negara asalnya masing-masing," ucap dia.

Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Ikeu Tanziha mengatakan IPB University memiliki peran penting dalam pengembangan kampus siaga COVID-19. Peneliti Pusat Kajian Gender dan Anak IPB University itu mengatakan COVID-19 sangat berdampak pada peningkatan kemiskinan, penurunan akses pangan atau peningkatan kelaparan, dan peningkatan kekerasan terhadap perempuan.

"Data terbaru menunjukkan 132 juta manusia kemungkinan akan mengalami kelaparan pada 2020, dan 36 juta di antaranya adalah perempuan. Juga terdapat 370 juta anak sekolah yang mengalami kekurangan nutrisi," kata Ikeu.

Ikeu mengatakan pengarusutamaan kampus siaga COVID-19 yang responsif terhadap gender dan anak perlu dilakukan. Perempuan perlu digandeng karena merupakan ujung tombak dalam percepatan penanganan COVID-19.

"Hal tersebut dapat dilakukan melalui Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat; serta manajemen yang meliputi kebijakan, struktural, dan pembiayaan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement