Jumat 23 Oct 2020 14:24 WIB

AS Setujui Remdesivir Sebagai Obat Covid-19

Remdesivir adalah salah satu obat yang turut digunakan Trump saat terinfeksi Covid-19

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Foto oleh Gilead Sciences menunjukkan remdesivir yang telah disetujui FDA sebagai obat Covid-19.
Foto: Gilead Sciences via AP
Foto oleh Gilead Sciences menunjukkan remdesivir yang telah disetujui FDA sebagai obat Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah menyetujui obat antivirus remdesivir hasil produksi Gilead Sciences Inc untuk merawat pasien Covid-19 pada Kamis (22/10). Sejauh ini remdesivir menjadi obat pertama dan satu-satunya yang disetujui untuk penyakit tersebut di AS.

Persetujuan resmi FDA datang beberapa jam sebelum debat final capres AS diselenggarakan. FDA pun mengeluarkan otorisasi penggunaan darurat remdesivir untuk merawat pasien anak-anak berusia di bawah 12 tahun di rumah sakit. Namun berat mereka harus memenuhi syarat.

Baca Juga

Pengumuman FDA membuat saham Gilead naik 4,3 persen setelah jam perdagangan menjadi 63,30 dolar AS. Gilead mengatakan saat ini pihaknya memenuhi permintaan dalam negeri. Namun mereka akan mengantisipasi lonjakan permintaan global pada akhir Oktober.

Remdesivir adalah salah satu obat yang turut digunakan Trump saat terinfeksi Covid-19. Sejak Mei lalu, FDA telah mengizinkan remdesivir untuk penggunaan darurat. Keputusan itu diambil setelah penelitian yang dipimpin oleh National Institutes of Health menunjukkan remdesivir mengurangi masa tinggal di rumah sakit selama lima hari.

Namun pekan lalu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan uji coba global pengobatan Covid-19 menemukan remdesivir tidak memiliki efek substansial pada lama pasien tinggal di rumah sakit atau kemungkinan bertahan hidup. Studi itu belum ditinjau oleh para ahli dari luar.

Remdesivir telah menjadi standar perawatan untuk pasien Covid-19 yang dirawat di rumah dengan gejala parah. Kendati demikian obat tersebut belum terbukti meningkatkan kelangsungan hidup.

Obat itu pun belum terbukti secara signifikan membantu pasien yang sakit sedang. Banyak dokter tetap berhati-hati dalam menggunakannya pada pasien dengan penyakit yang tidak terlalu parah.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement