Senin 26 Oct 2020 00:03 WIB

Wow...Rp 252 T Anggaran Daerah 'Parkir' di Bank

Hal ini menjadi salah satu penyebab realisasi belanja APBD masih rendah.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Pimpinan KPK Nurul Ghufron.
Foto: ANTARA/Nova Wahyudi
Pimpinan KPK Nurul Ghufron.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron memastikan, pihaknya akan mendalami temuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ihwal anggaran daerah sebesar Rp 252,78 triliun yang disimpan di bank dalam bentuk deposito. Dana yang tersimpan ini merupakan gabungan anggaran dari provinsi dan kabupaten/kota.

"KPK akan lebih dulu menggali data, mengumpulkan info dari Kemendagri tersebut, kemudian mengumpulkan data dan keterangan, baru lebih lanjut KPK akan menentukan sikap apakah melakukan proses penyelidikan atau tidak," kata Ghufron dalam keterangannya, Ahad (25/10). 

Menurutnya, praktik menyimpan uang tersebut dapat menjadi tindak pidana bila para kepala daerah sengaja menempatkan uang di bank agar bunganya mengalir ke pihak-pihak tertentu. "Kalau sengaja, artinya ada kesengajaan bahwa parkir saja Pak Bupati Pak Gubernur supaya kemudian nanti bisa berbagi keuntungan, itu masuk bagian dari tindak pidana korupsi," ucap Ghufron.

Namun, apabila uang tersebut sengaja disimpan di bank, karena tidak bisa digunakan di tengah kondisi pandemi, maka tidak ada unsur pidana. Dia menyebut, bisa dinyatakan bersalah apabila ada pihak-pihak yang memanfaatkan keuntungan dari bunga simpanan tersebut.

"Dia (kepala daerah) tidak sadar keuntungan atau bunganya ternyata dimanfaatkan oleh pengusaha tertentu, berarti sesungguhnya yang sedang memanfaatkan itu yang salah, bukan bupati atau gubernurnya," ucap Ghufron.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, sejumlah dana pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota yang disimpan di bank mencapai Rp 252,78 triliun per 30 September 2020. Padahal, seharusnya dana pemerintah tersebut tidak diparkir, melainkan digunakan untuk melaksanakan program daerah.

"Ternyata ada beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang kalau ditotal itu disimpan di bank sebanyak 252,78 triliun," ujar Tito dalam rapat koordinasi nasional pengendalian inflasi 2020 secara daring, Kamis (22/10). Akibatnya, uang pemerintah daerah (pemda) tidak beredar ke masyarakat melalui kegiatan/program daerah.

Menurut Tito, uang tersebut tetap beredar, tetapi melalui kredit bank kepada sejumlah pengusaha tertentu. "Saya nggak ngerti apa ada pengusaha kecil menengah juga yang diberikan prioritas (oleh bank)," kata Tito.

Tito mengatakan, hal ini menjadi salah satu penyebab realisasi belanja anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masih rendah. Realisasi APBD provinsi yang melampaui rata-rata anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar 60,77 persen baru ada delapan provinsi.

Sementara realisasi APBD 23 provinsi lainnya di antara 40 persen sampai 60,77 persen. Sedangkan, ada tiga provinsi yang realisasi APBD di bawah 40 persen. Data diolah per 30 September 2020.

Tito meminta, kepala daerah segera menggunakan dana yang ada untuk kegiatan atau program daerah dalam rangka menangani krisis pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Terutama dalam menjaga tingkat inflasi yang kondusif.

"Ini mohon rekan-rekan kepala daerah tolong tidak cari aman, tapi bagaimana betul-betul dana yang ada itu dibuat program yang betul-betul diperlukan dalam rangka krisis pandemi ini dalam rangka pemulihan ekonomi, spesifik menjaga tingkat inflasi yang kondusif tadi," tutur Tito.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement