REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BKMG) Daryono mengatakan, gempa yang terjadi Ahad (25/10) pagi di Pangandaran bagian dari pelepasan energi yang berasal dari jalur tumpukan lempeng di selatan Jawa. Namun, masih belum bisa diprediksi apakah gempa ini merupakan pendahulu gempa besar atau tidak.
"Jadi kalau bicara itu sebagai bagian dari aktivitas gempa di zona tumpukan, iya. Tapi, apakah itu mengarah untuk munculnya gempa besar, itu belum tentu dan ini sulit untuk dijawab," kata Daryono, dihubungi Republika, Ahad (25/10).
Sebelumnya, tim peneliti gabungan yang diketuai peneliti ITB, Sri Widiyantoro melakukan penelitian megathrust dan tsunami di selatan Pulau Jawa. Daryono menjelaskan, yang bisa dipastikan gempa tadi pagi memang rangkaian aktivitas gempa pada zona tumpukan lempeng di selatan Jawa tersebut.
Sekitar satu hingga dua tahun terakhir, memang ada peningkatan aktivitas gempa di selatan Jawa Barat. Di Jawa Barat, ada tiga klaster gempa yaitu Pangandaran, Banten, dan Sukabumi. Dari ketiga klaster ini, yang paling aktif adalah di Sukabumi. Selain itu, klaster di Bayah, Banten juga lebih aktif. Tercatat selama empat hari terakhir sudah ada 24 gempa kecil di Bayah.
"Jadi harapan kita ya, itu memang aktivitas biasa yang bukan merupakan pendahulu. Karena, untuk menyatakan rangkaian gempa sebagai pendahuluan itu tidak gampang," kata dia lagi.
Lebih lanjut Daryono mengatakan, biasanya gempa besar akan ada rentetan gempa pendahulunya. Tapi, setiap aktivitas gempa juga tidak selalu berakhir pada munculnya gempa besar.
Dia menegaskan, aktivitas gempa sangat tidak mungkin untuk diprediksi. "Perilaku gempa itu memang tidak mudah untuk diprediksi. Jadi polanya itu memiliki ketidakpastian," kata Daryono.