REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI), KH Muhyiddin Junaidi minta kepada Menteri Luar Negeri (Menlu) RI agar segera memanggil Duta Besar (Dubes) Prancis di Indonesia. Untuk mendapatkan klarifikasi dan penjelasan komprehensif terkait sikap dan pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang Islam yang memicu banyak protes dari dunia Islam.
"Masyarakat muslim dunia sangat geram dan menyesalkan sikap Presiden Macron, apalagi pengungkitan kasus Charlie Habdo di tengah pandemi Covid-19," kata Kiai Muhyiddin kepada Republika, Senin (26/10).
Ia mengatakan, pernyataan Presiden Macron adalah Islam atau umat Islam sebagai pemicu di banyak kasus kekerasan di dunia, terutama jika umat Islam adalah mayoritas. Kiai Muhyiddin menegaskan bahwa pernyataan Macron ini sangat berbahaya karena seakan menyamakan Islam dengan agama kekerasan dan intoleran.
Waketum MUI mengingatkan, pertumbuhan Muslim atau orang yang memeluk Islam di kalangan warga Prancis dari etnis kulit putih terus bertambah. Rata-rata per tahun lebih dari 20 ribu orang pertumbuhan Muslim di Prancis.
"Delapan juta Muslim Prancis punya andil besar dalam membangun negara tersebut, para pemain sepak bola Muslim Prancis telah berkontribusi besar kepada bangsa dan negara Prancis," ujarnya.
Menurutnya, Presiden Prancis seharusnya belajar banyak dari koleganya yaitu Jerman. Kanselir Jerman Angela Merkel cukup dewasa dalam bersikap dan menghargai perbedaan sudut pandang di negara yang sangat heterogen.
Kiai Muhyiddin juga menyampaikan bahwa Presiden Prancis harus belajar toleransi beragama terutama belajar tentang Islam. MUI juga menilai tindakan dan kebijakan yang telah diambil Presiden Prancis membuat islamophobia tumbuh subur. MUI mengingatkan Presiden Prancis bahwa kebebasan tanpa batas dan melawan norma justru akan mengakibatkan kegaduhan serta kekacauan.