REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung memvonis bersalah dua mantan anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014, Senin (26/10). Keduanya, Tomtom Dabul Qomar dan Kadar Slamet, terbukti bersalah melakukan korupsi dalam pengadaan lahan ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bandung sebesar Rp 125 miliar.
Dalam putusannya yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Benny Eko, Tomtom divonis enam tahun dan denda Rp 400 juta subsider emat bulan kurungan penjara. Tak hanya itu, terdakwa juga harus mengembalikan kerugian negara Rp 5,1 miliar dalam waktu satu bulan. Jika tidak di penuhi, asetnya disita untuk kemudian dilelang atau pidana penjara selama dua tahun.
Vonis yang dijatuhkan terhadap politisi Partai Demokrat tersebut sesuai dengan tuntutan Jaksa KPK. Usai sidang, Tomtom menanggai putusan tersebut. Ia mengatakan, akan pikir-pikir untuk mengajukan upaya hukum. Ia mengaku putusan tersebut sangat berat.
"Belum memenuhi rasa keadilan (vonis). Apalagi uang pengganti Rp 5 miliar sangat besar. Yang saya terima hanya dua kali Rp 250 juta," ujar dia.
Sedangkan terdakwa Kadar Slamet, yang juga Partai Demokrat, divonis lima tahun penjara denda Rp 400 juta subsider empat bulan kurungan penjara. Selain itu terdakwa juga diwajibkan mengembalikan uang negara sebesar Rp 9 miliar,jika tidak, asetnya disita jaksa untuk dilelang. Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa KPK selama empat tahun.
Dalam dakwaannya, Jaksa KPK menyebut, Kadar menerima uang hasil korupsi Rp 4,7 miliar. Namun fakta di persidangan,terungkap bahwa terdakwa menerima uang hasil korupsi jadi Rp 9 miliar.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Kadar Slamet lima tahun penjara denda Rp 400 juta subsider empat bulan bulan. Menghukum terdakwa membayar kerugian negara sebesar Rp 9 miliar. Jika tidak, asetnya disita jaksa untuk dilelang. Apabila tidak mencukupi dijatuhi pidana satu tahun," tutur hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan, kedua terdakwa mengetahui ada pembahasan anggaran untuk RTH Kota Bandung. Semua anggarannya hanya Rp 15 miliar, keduanya kemudian meminta penambahan anggaran ke Bidang Anggaran Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah (DPKAD) hingga akhirnya menjadi Rp 123 miliar.
Akibat korupsi ini negara mengalami kerugian R 69 miliar. "Penambahan anggaran tanpa prosedur yang benar dan bertentangan dengan hukum," kata hakim.