Rabu 28 Oct 2020 08:08 WIB

Maulid Nabi, Saatnya Indonesia Nasihati Macron

Diduga Macron serang Islam karena kepentingan pilpres.

 Umat Muslim Pakistan menggelar aksi protes mengecam sikap Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait karikatur yang menghujat Nabi Muhammad SAW serta menyerukan aksi boikot produk Prancis di Karachi, Selasa (27/10).
Foto: EPA-EFE/Shahzaib Akber
Umat Muslim Pakistan menggelar aksi protes mengecam sikap Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait karikatur yang menghujat Nabi Muhammad SAW serta menyerukan aksi boikot produk Prancis di Karachi, Selasa (27/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketau Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo mengatakan, dengan momentum maulid Nabi Muhammad SAW, Indonesia sebaiknya tidak berdiam diri terhadap berbagai pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang cenderung menyudutkan Islam.

Pemerintah punya dasar untuk menasihati atau memperingatkan Macron, yaitu sila kedua Pancasila. Tapi mungkin, dengan pertimbangan diplomasi internasional pemerintah menganggap hal ini belum perlu. Jika demikian, sebaiknya MUI atau ormas Islam, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dll yang melakukannya.

"Mereka bisa menulis surat resmi kepada Macron melalui Kedubes Prancis,” kata Dradjad dalam pesan watsapp kepada Republika.co.id, Rabu (28/10).

Dradja menyarankan isi peringatan kepada Macron berisi Indonesia  menghormati Prancis menganut teguh prinsip laïcité atau sekularisme sebagai salah satu pilar identitas nasional Prancis. Macron sebagai Presiden tentu akan membela laïcité dengan teguh. Itu kita hargai setinggi-tingginya.

Namun, itu semua kan bisa dilakukan tanpa retorika yang melukai perasaan umat Islam. Khawatirnya, pernyataan Macron bukannya membawa ketentraman dunia, tapi justru semakin meningkatkan kekerasan.

"Kenapa nasihat itu perlu? Karena Macron beberapa kali membuat pernyataan yang menyudutkan Islam,” kata Dradjad.

Sebagian analis politik Perancis menilai, kata Dradjad, Macron melakukannya untuk persiapan pilpres 2022. Popularitas Macron memang anjlok drastis. Rakyat Perancis cenderung kecewa dengan kinerjanya. Pendukungnya dari kelompok kiri dan tengah banyak yang lari. Jadi muncul kesan, Macron berusaha menarik dukungan dari kelompok konservatif dan kanan dengan jalan menyudutkan Islam.

"Contoh ucapan Macron adalah pada tanggal 2 Oktober 2020. Sebagaimana diberitakan BBC, dia mengatakan: "Islam is a religion that is in crisis all over the world today, we are not just seeing this in our country,” kata Dradjad menjelaskan.

Islam disebutnya sebagai agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia. Kata-kata seperti ini tidak pantas diucapkan oleh seorang pemimpin global. Apalagi, terhadap agama selain Islam, Macron tidak pernah mengaitkan kekerasan atau teror dengan agama yang dipeluk pelakunya.

Menurut Dradjad, Macron sebagai Presiden justru wajib membuat kebijakan sehingga laïcité di Prancis bisa dipegang teguh dengan tetap menghargai perasaan semua umat beragama di Prancis. Bukan hanya umat Islam lho.

Macron sudah tahu bahwa gambar apalagi kartun Nabi Muhammad SAW itu sangat ofensif bagi umat Islam. "Apa sulitnya sebagai Presiden dia menghargai hal tersebut? Bagaimana caranya? Dia kan Presiden dari salah satu negara terkuat di dunia. Negara yang punya hak veto di Dewan Keamanan PBB. Kewajiban dia lah mencari caranya,” ungkap Dradjad.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement