REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Gambar satelit dari Planet Labs pada Rabu (28/10) menunjukkan Iran telah memulai konstruksi di fasilitas nuklir Natanz. Pergerakan pembangunan ulang ini sudah terlihat sejak Agustus lalu.
Menurut gambaran dari lembaga yang berbasis di San Francisco, Amerika Serikat (AS), Iran telah membangun jalan baru atau jalan yang diubah ke selatan Natanz pada Agustus. Para analis menduga tempat itu sebagai bekas lapangan tembak untuk pasukan keamanan di fasilitas pengayaan. Gambar satelit pada Senin ( 25/10) menunjukkan situs itu dibersihkan dengan peralatan konstruksi.
Analis dari James Martin Center for Nonproliferation Studies di Middlebury Institute of International Studies mengatakan mereka yakin situs tersebut sedang menjalani penggalian. "Jalan itu juga menuju ke pegunungan, jadi mungkin saja fakta bahwa mereka sedang menggali semacam struktur yang akan berada di depan dan akan ada terowongan di pegunungan," kata ahli di lembaga yang mempelajari program nuklir Iran, Jeffrey Lewis.
Dugaan tersebut belum mendapatkan tanggapan dari Iran. Namun, Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Ali Akbar Salehi, bulan lalu mengatakan kepada televisi pemerintah fasilitas di atas tanah yang hancur sedang diganti dengan fasilitas di jantung pegunungan di sekitar Natanz.
Direktur jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi menyatakan inspekturnya mengetahui pembangunan tersebut. Dia mengatakan Iran sebelumnya telah memberi tahu inspektur IAEA, yang terus memiliki akses ke situs-situs Iran meskipun kesepakatan nuklir gagal.
"Artinya mereka sudah mulai, tapi belum selesai. Ini proses yang panjang," kata Grossi.
Natanz dibangun di bawah tanah untuk memperkuatnya dari serangan udara. Tempat ini telah lama menjadi pusat ketakutan sejak ditemukan pada 2002. Mesin sentrifugal di sana masih berputar di aula besar di bawah beton 7,6 meter. Posisi pertahanan udara mengelilingi fasilitas di provinsi Isfahan tengah Iran.
Meskipun menjadi salah satu situs paling aman di Iran, Natanz menjadi sasaran virus komputer Stuxnet yang diyakini sebagai ciptaan AS dan Israel sebelum kesepakatan nuklir.
Pada Juli lalu, kebakaran dan ledakan melanda fasilitas perakitan sentrifugasi canggihnya itu dalam sebuah insiden yang kemudian digambarkan Iran sebagai sabotase. Kecurigaan telah jatuh pada Israel, meskipun ada klaim tanggung jawab oleh kelompok yang sebelumnya tidak pernah terdengar.
Pembangunan terbaru kali ini dilakukan ketika AS mendekati Hari Pemilu pada 3 November. Pemilihan ini mempertemukan presiden pejawat dari Republik, Donald Trump, yang kampanyenya menekan maksimum terhadap Iran, dan lawan dari Demokrat, Joe Biden, yang telah menyatakan kesediaan untuk kembali ke kesepakatan nuklir dengan Iran.
Trump pada 2018 secara sepihak menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran dengan kekuatan dunia. Perjanjian Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) membuat Teheran setuju untuk membatasi pengayaan uraniumnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi.
Ketika AS meningkatkan sanksi, Iran secara bertahap dan secara terbuka mengabaikan batasan tersebut karena serangkaian insiden yang meningkat mendorong kedua negara ke ambang perang pada awal tahun.
Iran sekarang memperkaya uranium hingga kemurnian 4,5 persen dan menurut laporan terakhir IAEA, memiliki persediaan 2.105 kilogram. Para ahli biasanya mengatakan 1.050 kilogram uranium yang diperkaya rendah adalah bahan yang cukup untuk diperkaya kembali hingga tingkat kemurnian senjata 90 persen untuk satu senjata nuklir.
Waktu yang dibutuhkan untuk membangun satu senjata nuklir diperkirakan sekarang telah turun dari satu tahun di bawah kesepakatan menjadi hanya tiga bulan. Iran mempertahankan program nuklirnya untuk tujuan damai, meskipun negara-negara Barat khawatir Teheran dapat menggunakannya untuk menjadikannya senjata atom.