Jumat 30 Oct 2020 12:57 WIB

Mahathir Mohamad Sebut Macron Primitif

Mahathir menilai Prancis harus menghargai perasaan umat lain.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Mahathir Mohamad
Foto: EPA-EFE/AHMAD YUSNI
Mahathir Mohamad

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyebut Presiden Prancis Emmanuel Macron "primitif" karena menyalahkan Islam dan Muslim atas pemenggalan kepala seorang guru sekolah di Paris awal bulan ini. Mahathir mengatakan bahwa Prancis harus mengajari warganya untuk menghormati perasaan orang lain.

"Tapi pada umumnya, Muslim belum menerapkan hukum 'mata ganti mata'. Umat Muslim tidak," kata Mahathir Mohamad di Twitter dikutip laman Anadolu Agency, Jumat (30/10). Dia juga mencatat bahwa Muslim memiliki hak untuk marah.

Baca Juga

Prancis telah melakukan pembantaian di masa lalu. Prancis dituduh melakukan pembunuhan massal selama era kolonialis di negara-negara seperti Aljazair, yang berada di bawah pendudukan Prancis selama lebih dari 130 tahun. Lebih dari 1,5 juta warga Aljazair terbunuh.

Mahathir mengatakan orang Prancis harus diajarkan untuk menghormati agama lain. Menyinggung pernyataan presiden Prancis, dia mencatat bahwa Macron bukanlah orang yang beradab. "Dia sangat primitif dalam menyalahkan agama Islam dan Muslim atas pembunuhan guru sekolah yang menghina. Itu tidak sesuai dengan ajaran Islam," kata Mahathir.

Sementara itu, mantan perdana menteri itu juga menolak pembunuhan brutal seorang guru bernama Samuel Paty, yang dibunuh oleh seorang pria berusia 18 tahun asal Chechnya.

Dia menekankan bahwa menghina orang dan agama lain tidak bisa dilihat sebagai kebebasan berekspresi. "Pembunuhan bukanlah tindakan yang saya setujui sebagai seorang Muslim. Anda tidak dapat mendekati seorang pria dan mengutuknya hanya karena Anda percaya pada kebebasan berbicara," katanya.

Awal bulan ini, Macron menggambarkan Islam sebagai "agama dalam krisis" dan mengumumkan rencana untuk undang-undang yang lebih keras untuk menangani separatisme Islam di Prancis. Ketegangan meningkat lebih lanjut setelah pembunuhan pada 16 Oktober. Paty, seorang guru sekolah menengah yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad yang mengatakan di salah satu kelasnya tentang kebebasan berekspresi.

Macron membela karikatur itu. Dia mengatakan Prancis "tidak akan menyerahkan kartun kami". Kartun menghina oleh Charlie Hebdo, majalah mingguan Perancis, diproyeksikan pada gedung-gedung di beberapa kota. Sejak itu, ada kecaman internasional dan seruan untuk memboikot produk Prancis serta protes di banyak bagian dunia Muslim.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement