Senin 02 Nov 2020 16:26 WIB

Manfaat yang Dirasakan Wanita Barat Non-Muslim Saat Berhijab

Wanita Barat non-Muslim merasakan manfaat saat mengenakan hijab

Wanita Barat non-Muslim merasakan manfaat saat mengenakan hijab. Ilustrasi wanita berhijab
Foto: EPA/Mast Irham
Wanita Barat non-Muslim merasakan manfaat saat mengenakan hijab. Ilustrasi wanita berhijab

REPUBLIKA.CO.ID, Jilbab bagi masyarakat Barat non-Muslim dipandang sebagai hal yang aneh, bahkan menakutkan menurut sebagian kalangan. 

Tapi apa jadinya jika para wanita non-Muslim  ditantang mengenakan jilbab atau hijab yang selama ini mereka takuti? 

Baca Juga

Berikut ini sejumlah respons sejumlah wanita non-Muslim usai mengenakan hijab, sebagaimana dirangkum Republika.co.id dari dokumentasi Harian Republika yang tayang pada 2013 lalu. 

Jess Rhodes, misalnya. Dia merasakan pengalaman pertamanya berjilbab. Ia menyambar kesempatan dari teman Muslimahnya untuk mengenakannya. Ini bak gayung bersambut. Meski  non-Muslim, sudah lama ia berharap bisa memakai busana itu. ‘’Karena tak mahir, saya memakai jilbab sepotong, tinggal menariknya melalui kepala,’’ katanya seperti dikutip BBC.  

Mahasiswi dari Norwich, Inggris, tersebut mengatakan, tak perlu dulu menjadi Muslimah. Namun jelas, jilbab berhubungan dengan ajaran Islam. Bagi Rhodes, jilbab merupakan persoalan kesantunan berpakaian. Ia bagian dari ratusan non-Muslim pada 1 Februari 2013 yang berpartisipasi dalam Hari Hijab Dunia. Ini perayaan tahunan. 

Rhodes kembali menggunakan tekniknya dalam memakai jilbab yang sebelumnya pernah ia lakukan. Hari Hijab Dunia diinisiasi Muslimah New York, AS Nazma Khan. Ia memperkenalkan gerakannya melalui media jejaring sosial. Tak heran bila jangkauannya seantero dunia. Gerakan ini menarik minat, baik Muslim maupun non-Muslim, pada lebih 50 negara.  

"Orang tua saya bereaksi dengan bertanya apakah itu ide yang baik,’’ kata Rhodes. Ia tak mengatakan kapan itu terjadi. Hal yang jelas, ia memutuskan berjilbab selama sebulan. Ia mengungkapkan, orang tuanya sempat khawatir dan perasaan itu ia alami pula. Sebab, bisa jadi di jalan ia diserang oleh mereka yang tak toleran.

Namun, setelah delapan hari menggunakan jilbab, ia dirasuki keterkejutan. Ada hal positif yang ia peroleh. ‘’Saya tak dapat menjelaskannya. Tapi, orang-orang sangat membantu saya, terutama ketika di toko,’’ ungkap Rhodes. 

Esther Dale (28), penganut Mormon dari Kalifornia, juga mencoba berjilbab. Ia tahu stigma terhadap hijabi. Menurut Dale, ini kesempatan baginya membantu menghapusnya. Ia menyatakan, ini tentang perilaku yang santun bukan sekadar sepotong pakaian. “Jadi, jelas salah asumsi yang mengatakan perempuan memakainya kalau dipaksa,’’ katanya menegaskan.  

Di Amerika Serikat, pada 2013 itu, tawaran mahasiswi Muslim di Eastern Michigan University, Amerika Serikat (AS), mendapat sambutan. Rekan mereka yang non-Muslim bersedia mencoba sehari mengenakan jilbab. Merasakan pengalaman bagaimana mengenakan busana Muslimah itu.  “Saya tercerahkan melalui pengalaman. Saya senang melakukannya,” kata seorang mahasiswi non-Muslim, Emily Chadwick. 

Menurut Chadwick, ia gembira dapat menikmati pengalaman budaya lain. Lain lagi kisah Mariah Brito. Ia mengatakan, ada populasi Muslim besar di Michigan. “Tak ada orang yang merasa aneh melihatku mengenakan jilbab,” jelas Brito. 

Ada sejumlah teman yang kurang akrab melihatnya dengan wajah kurang bersahabat. Namun, kata Brito, saat mereka tahu apa yang ia lakukan, akhirnya mereka paham mengapa ia mengenakan jilbab di kampus.  

 

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement